Loading...
RELIGI
Penulis: Martahan Lumban Gaol 20:04 WIB | Selasa, 22 September 2015

DPR Siapkan Pasal Lindungi Kepercayaan Lokal

Dewi Kanti dari komunitas keyakinan Sunda Wiwitan menunjukkan sejumlah permasalahan tentang keyakinan yang memberi dampak bagi anak-anak ke depan karena ketidakadilan negara mengayomi keberadaannya. (Foto: Dok. satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tengah mempersiapkan Rancangan Undang-undang (RUU) Kebudayaan. RUU itu bertujuan untuk meneguhkan jati diri, membangun karakter, memperkuat persatuan, dan meningkatkan citra, bangsa Indonesia.

RUU ini akan memberikan tanggung jawab kepada pemerintah pusat dan daerah untuk menghargai, mengakui, dan melindungi sejarah dan warisan budaya Indonesia, melalui 14 bidang. Salah satunya, kepercayaan lokal.

Dalam draf RUU Kebudayaan, kepercayaan lokal masuk dalam pasal 37 huruf c tentang penghargaan, pengakuan, dan perlindungan sejarah serta warisan budaya. Penjelasan pasal kepercayaan lokal ini ada dalam pasal 40.

Karena merupakan  warisan budaya, pemerintah diminta membuat pelestarian, penyediaan fasilitas untuk pelestarian, publikasi, pembentukan dan revitalisasi paguyuban. Pemerintah juga diminta membua pertemuan rutin tahunan serta kegiatan upacara bersama.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Ridwan Hisjam, mengatakan masuknya pasal tersebut bertujuan untuk melindungi keyakinan, adat istiadat, hingga peninggalan sejarah, dari kepercayaan lokal yang merupakan warisan budaya Indonesia.

“Semuanya akan kita lindungi dari keyakinan, adat istiadat, peninggalan sejarah,” ujar Ridwan saat ditemui satuharapan, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hari Selasa (22/9).

Menurut dia, masuknya pasal berkaitan kepercayaan lokal tersebut tidak akan tumpang tindih dengan UU Perlindungan Umat Beragama yang tengah disusun pemerintah. Sebab, RUU Kebudayaan tidak membuat aturan tentang agama.

“Tidak akan tumpang tindih dengan RUU Perlindungan Umat Beragama nantinya,” ujar Ridwan.

“Kepercayaan lokal akan dilindungi dalam RUU Kebudyaan agar tidak bisa diklaim oleh negara lain. Semua jenisnya akan detail dijelaskan pada bagian penjelasan,” politikus Partai Golongan Karya (Golkar) itu menambahkan.

Tepat

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mudjahid, menilai masuknya pasal tersebut dalam RUU Kebudayaan tepat. Sebab, bila nantinya pasal tersebut dituangkan dalam RUU Perlindungan Umat Beragama, akan mengundang kritik dari berbagai tokoh agama.

“Kepercayaan lokal memang sering menjadi masalah bagi tokoh agama, terutama para tokoh agama ‘kanan’. Tapi itu sudah tepat ditempatkan dalam RUU Kebudayaan, karena kalau nantinya masuk dalam RUU Perlindungan Umat Beragama ini akan menjadi permasalahan,” ujar Sodik kepada satuharapan.com, hari Selasa (22/9).

Menurut dia, Pemerintah harus menjaga keberadaan kepercayaan lokal. Kepercayaan lokal memang sudah seharusnya mendapatkan perlindungan pemerintah sebagai warisan kebudayaan. “Kalau keberadaan penganut kepercayaan lokal akan tergantung pada proses ketokohan dan nilai-nilai di internal mereka masing-masing,” kata Sodik.

Perlindungan

Saat dikonfirmasi terkait keberadaan pasal yang memberi penghargaan, pengakuan, dan perlindungan sejarah dan warisan budaya melalui kepercayaan lokal dalam RUU Kebudayaan, juru bicara Sunda Wiwitan, Dewi Kanti, mengaku belum mengetahui. Namun, dia menegaskan pihaknya ingin mendapatkan hak konstitusi yang sama sebagaimana diamanatkan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

“Selama ini belum ada implementasi konkrit sesuai amanat konstitusi, di mana negara seharusnya menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu,” ujar Dewi.

Dia pun berharap kelompok penganut kepercayaan lokal mendapatkan pelayanan yang sama dengan kelompok agama yang diakui secara resmi oleh negara. “Tugas negara melakukan perlindungan itu sering tarik ulur dalam mendefinisikannya. Kami hanya ingin dilayani, bukan didiskriminasi. “

Terkait masuknya pasal tersebut dalam RUU Kebudayaan, tidak terkait keagamaan, Dewi tidak mempermasalahkan. Sebab, agama merupakan produk budaya, sehingga tidak bisa dipisahkan. “Agama itu produk budaya, tidak bisa dipisahkan antara budaya dan agama,” ujar dia.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home