Loading...
RELIGI
Penulis: Martahan Lumban Gaol 18:35 WIB | Kamis, 05 Maret 2015

Ismanoe Mestoko, Gembala di Tengah Pembantaian 1965

Suasana bedah buku Amanat Ilahi di Tengah Kecamuk Prahara 1965, di Perpustakaan MPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/3). (Foto: Martahan Lumban Gaol)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Drijanto Mestoko, penulis buku Amanat Ilahi di Tengah Kecamuk Prahara 1965, mengatakan buku yang diluncurkan tahun 2014 lalu itu berisi kisah pergumulan pendeta dari Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Ismanoe Mestoko dan keluarga yang ditempatkan di tengah serangkaian pembantaian di ujung timur Pulau Jawa, pada tahun 1965.

Menurut dia, pembaca tidak hanya akan terbuka wawasannya dalam memahami sejarah pahit bangsa Indonesia, tapi pembaca akan tertantang imannya untuk tidak tinggal diam dan berani tetap bersinar dalam kelamnya kehidupan.

“Pergumulan pendeta dari GKJW karena sosial ekonomi warga saat itu tidak menentu, dengan terjadi peristiwa yang sampai sekarang tidak terlupakan, kondisi warga tidak percaya saat itu satu dengan lain,” kata Drijanto dalam bedah buku Amanat Ilahi di Tengah Kecamuk Prahara 1965, di Perpustakaan MPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/3).

Dia juga menceritakan keadaan saat masyarakat tidak berani pergi ke sawah dan laut, yang berakibat muncul kelaparan sampai penyakit cacar. Menurut Drijanto, itu adalah dampak dari tidak adanya kepercayaan di antara masyarakat.

“Berita tidak menyenangkan juga muncul saat itu, sebelum pembunuhan massal  terjadi yang membuat kondisi warga jadi mencekam, tidak satupun orang bisa dipercaya,” kata dia.

Dia mengatakan, hal tersebut menjadi pergumulan Ismanoe Mesktoko. Menurut Drijanto, itu diceritakan Ismanoe kepada dirinya dengan tabah. Termasuk, ketika Ismanoe bercerita ketika bersepeda gagah saat pagi hari, namun ketika sudah jam 10 malam hanya bisa berdoa karena merasa tidak mampu menghadapi situasi yang ada.

“Buku itu juga menceritakan kisah Ismanoe harus menyeberang sungai dan hutan ketika hendak melayani. Itu kondisi mencekam dan sampai Ismanoe meninggal hanya sekali bercerita kepada saya, setelah itu tidak mau lagi,” kata Drijanto.

“Ismanoe selalu dibayangi bayangan hitam lalu semakin cepat kayuh sepeda lalu dengar suara jeritan, lalu liat dibalik belukar ada terhampar mayat manusia yang sudah terpisah bagian tubuhnya,” dia menambahkan.

Kenapa Buku Diterbitkan?

Mengapa akhirnya buku Amanat Ilahi di Tengah Kecamuk Prahara 1965 akhirnya diterbitkan? Menurut Drijanto buku ini bertujuan agar gembala sidang gereja saat ini dapat lebih peka dengan situasi gereja. Menurut dia, kisah Ismanoe yang sangat peka dengan jemaatnya dapat jadi panutan.

“Ismanoe mengunjungi setiap hari jemaatnya, dia tanyakan keberadaan warganya dimana, dia terus pastikan orang tidak bermasalah dan tidak dicomot,” kata dia.

Drijanto juga mengatakan buku ini diterbitkan agar aktivis gereja menjawab tantangan zaman saat ini. Misalnya, kata dia, harga beras naik akan mempengaruhi kehadiran orang gereja, BBM bersubdi naik juga mempengaruhi kehadiran orang gereja, karena dua elemen itu pengaruhi keuangan keluarga dan menaikan harga bahan kebutuhan lain.

“Buku ini bukan menyembuhkan trauma korban, buku ini adalah cerita sejarah, karena trauma Ismanoe sendiri, sebagai saksi hidup tidak sembuh sampai meninggal,” ujar dia.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home