Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 04:48 WIB | Rabu, 13 Mei 2015

Jokowi Diprediksi Tolak Rencana DPR Revisi UU Pilkada

Presiden Jokowi. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat politik dari Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung Idil Akbar berpendapat Presiden Joko Widodo akan melihat kepentingan keuntungan bagi dirinya dan pemerintahan, sebelum memutuskan untuk menerima atau menolak rencana revisi UU No 8/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

“Perihal rencana revisi UU Pilkada tentunya Presiden akan melihat pada kepentingannya terlebih dulu, dan seberapa besar revisi itu akan memberi keuntungan bagi dirinya dan pemerintahannya, sebelum memberi arahan apakah UU Pilkada ini direvisi atau tidak,” kata Idil saat dihubungi Selasa (12/5).

“DPR tentu akan berupaya meyakinkan Presiden untuk mengamini perlunya UU Pilkada ini direvisi. Tapi saya memandang pesimis Presiden akan sejalan dengan DPR,” dia menambahkan.

Karena, menurut Idil, belum ada komunikasi dan kesepakatan politik antara Presiden Joko Widodo dengan fraksi-fraksi di DPR tentang relasi yang dapat membangun dukungan politik bagi Pemerintah. Kepentingan revisi ini juga terlalu vulgar karena, mengakomodir kepentingan partai politik tertentu yang nantinya juga tidak memberi kepastian terhadap dukungan politik kepada dirinya dan pemerintahannya.

Terlebih, dia melanjutkan, peran Koalisi Indonesia Hebat, khususnya PDI Perjuangan dan Megawati Soekarnoputri sebagai partai pengusung turut memberikan pengaruh. Sejauh ini, masih belum ada arahan atau bisa jadi pemerintah dalam posisi menolak revisi

“Jokowi saya kira juga akan tetap melihat bagaimana dinamika di‎ parlemen juga," ujar dia.

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan segera bertemu Presiden Jokowi dan melaporkan usulan DPR untuk revisi terbatas UU No 8/2015 tentang Pilkada dan UU No 2/2008 tentang Partai Politik.

Sedangkan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengungkapkan rencana untuk melakukan rapat konsultasi bersama dengan Presiden Jokowi sebelum masa sidang keempat dimulai. Padahal, masa sidang keempat akan dimulai pada 18 Mei mendatang.

"Kalau bisa kita usahakan akan ada rapat konsultasi dengan presiden," ujar Fadli.

Ia pun menegaskan bahwa usulan revisi terbatas undang-undang tersebut muncul untuk memberikan payung hukum kepada KPU. Diketahui, hingga saat ini tidak ada di dalam UU Pilkada yang mengatur perselisihan atau sengketaan partai.

Hal ini masih menjadi pembahasan hangat, karena masih belum pastinya keikutsetaan dalam Pilkada bagi partai yang bersengketa, seperti Golkar dan PPP. Dualisme yang terjadi menyebabkan ketidakjelasan kepengurusan yang akan ikut dalam Pilkada di 269 daerah pada 9 Desember 2015 nanti.

Terdapat tiga solusi yang merupakan usulan dari DPR bagi partai bersengketa. Pertama adalah sepakat untuk menggunakan putusan inkrah. Apabila belum inkrah, usulan berikutnya adalah upaya islah. Upaya ini yang ternyata belum bisa direalisasikan bagi partai beringin ini.

Kemudian, jika sampai tenggat pendaftaran pencalonan pada 26-28 Juli mendatang, dan belum ada putusan inkrah atau belum terjadi islah, maka diusulkan KPU menggunakan hasil putusan pengadilan terakhir, meskipun belum inkrah.

Yang menjadi perdebatan hangat adalah usulan ketiga. KPU enggan menerima usulan tersebut karena tidak ada payung hukum untuk menjalankan usulan tersebut. Menanggapi hal tersebut, DPR pun mengusulkan untuk merevisi UU Pilkada dan UU Parpol.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home