Loading...
RELIGI
Penulis: Endang Saputra 18:31 WIB | Minggu, 24 Juli 2016

KH Hasyim: Visi Aswaja Perkuat Harmoni Lintas Agama di Indonesia

Mantan ketua umum Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Haji Ahmad Hasyim Muzadi (kiri). (Foto: dok.satuharapan.com/Dedy Istanto)

BEIRUT, SATUHARAPAN.COM – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) KH Hasyim Muzadi mengatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang dapat menjaga harmoni dalam keragaman yang dimilikinya.

Menurut mantan Ketua Umum PBNU ini, hal itu tidak terlepas dari visi ahlussunah wal jamaah atau yang biasa disebut aswaja.

“Indonesia dapat menyelenggarakan harmoni lintas agama karena pada umumnya bervisi ahlussunah wal jamaah yang memang konstruksi visionernya menghasilkan sikap moderat, baik sesama Muslim maupun terhadap non-Muslim," kata KH Hasyim Muzadi saat menjadi pembicara pada seminar tentang Islam dan Nasionalisme Menuju Persatuan Bangsa yang diselenggarakan oleh Dar el-Fatwa Lebanon, Beirut, Kamis (22/7) malam.

Dikatakan KH Hasyim, Indonesia memang bukan negara agama, tapi rakyat Indonesia adalah masyarakat yang beragama, baik agama besar dunia seperti Islam, Kristen, Katolik, Buddha, dan Hindu, maupun kepercayaan lokal (local belief) dan kearifan lokal (local wisdom). Indonesia adalah negara bangsa yang berdasarkan Pancasila.

Hubungan agama dan negara serasi, karena Pancasila merupakan satu-satunya ideologi untuk semua organisasi agama di Indonesia tanpa mengurangi keyakinan dan keimanan masing-masing agama.

 Dengan demikian, kata Kiai Hasyim, tidak ada problem berarti antara hubungan gerakan agama dengan kepentingan nasional Indonesia.

Meski demikian, lanjut Kiai Hasyim tidak menutup mata dengan masuknya eksponen-eksponen dari luar negeri yang membawa visi agama yang tidak selaras dengan mainstream ahlussunah wal jamaah dalam beberapa tahun terakhir, utamanya pasca peristiwa 11 September di Amerika. Mereka membawa sistem politik dari negara asalnya sekaligus membawa rasa kebencian terhadap Barat yang melakukan perang dengan terorisme. Maka terjadilah bibit-bibit konflik di kalangan umat Islam sendiri.

Gerakan pendatang yang garis keras ini, kata Kiai Hasyim, dengan sendirinya menumbuhkan jarak antara Islam dengan non-Muslim dan melahirkan bibit konflik internal Islam dan tindakan-tindakan intoleransi kepada non-Muslim.

Menurut Kiai Hasyim, konflik dan intoleransi lintas agama harus diselesaikan dengan meluruskan visi dan porsi agama serta penciptaan harmoni dalam konteks nasional.

Upaya yang perlu dilakukan antara lain,penguatan terhadap visi moderat kaum Muslimin serta menciptakan imunitas dari penetrasi pemikiran-pemikiran radikal.

"Ini diperlukan orientasi dari ulama-ulama moderat yang tersebar dengan orientasi dan informasi yang cukup tentang bahaya radikalisme, terorisme, dan intoleransi," kata dia seperti dikutip dari kemenag.go.id.

Hal kedua, kelompok non-muslim perlu mengimbangi gerakan kelompok moderat muslim agar terjadi kekuatan yang lebih efektif untuk membentengi umat beragama secara keseluruhan. Karena sering terjadi di daerah yang mayoritas muslim kelompok non-Muslim sulit mendirikan rumah ibadah, tetapi di masyarakat yang mayoritas non-Muslim pun umat islam yang minoritas juga sulit mendirikan masjid.

“Gerakan penguatan moderasi harus bergerak simultan dari seluruh agama-agama yang ada,” kata dia.

Di hadapan para tokoh dan ulama Lebanon, Kiai Hasyim mengingatkan bahwa konflik di masyarakat yang membawa tema-tema agama belum tentu bermotif agama, tapi bisa motif politik, ekonomi, atau kepentingan kelompok kepentingan yang pada saat tententu menggunakan tema-tema agama.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home