Loading...
EKONOMI
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 09:58 WIB | Jumat, 26 Agustus 2016

Masyarakat Sipil Indonesia Nilai RCEP Tak Transparan

Ilustrasi: Para kepala negara anggota ASEAN dalam pendeklarasian Joint Statement on Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Negotiations di Kuala Lumpur, hari Minggu (22/11/2015). (Foto: kemendag.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Gabungan Masyarakat Sipil Indonesia untuk Keadilan Ekonomi mendesak pemerintah untuk lebih transparan dan membuka informasi lebih luas kepada masyarakat mengenai isi dari perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang rencananya akan diselesaikan pada akhir tahun 2016 ini.

Perundingan RCEP dimulai sejak tahun 2012, dan hingga saat ini sudah mencapai putaran perundingan ke-14 yang baru saja berlangsung pada 15-19 Agustus 2016 di Vietnam.

Dari seluruh putaran perundingan yang dilakukan hanya ada sedikit informasi mengenai perundingan RCEP, bahkan pertemuannya cenderung tertutup.

Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti, menyatakan selama ini perundingan kerja sama ekonomi internasional yang dilakukan oleh pemerintah tidak demokratis bagi rakyat, karena sangat bersifat elitis dan hanya melibatkan pebisnis dalam memberikan masukan.

“Isi perundingan itu bukan hanya bicara ekspor dan impor, tetapi ada aspek sosial dan hak-hak publik luas yang juga diatur di dalamnya, baik terkait isu akses terhadap obat hingga isu lingkungan. Belum lagi jika mewajibkan merevisi seluruh undang-undang nasional yang berdampak luas kepada rakyat, sehingga sangat tidak adil jika rakyat tidak dilibatkan dalam proses perundingan,” ujar Rachmi.

Terkait dengan hal itu, Direktur Walhi, Nur Hidayati, juga menekankan hal senada. “Penting bagi masyarakat untuk memberikan intervensi, khususnya terkait dengan isu lingkungan. Selama ini pengaturan tentang lingkungan tidak pernah bersifat mengikat, sehingga sejauh mana efek pengaturan lingkungan terhadap penegakan hukum di Indonesia?” tuturnya.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Puspa Dewy dari Solidaritas Perempuan. “Kepentingan rakyat, termasuk kepentingan perempuan, harus jadi yang utama. Bahwa pertumbuhan ekonomi yang memperlebar ketimpangan di Indonesia mesti jadi peringatan yang serius bagi pemerintah untuk mengevaluasi berbagai komitmen perdagangan bebas yang mengikat Indonesia. Jadi, pemerintah jangan latah dengan tarik-menarik kepentingan negara maju dan perusahaan transnasional yang berkedok kerja sama ekonomi.” katanya.

Berdasarkan bocoran yang dipublikasi oleh Wikileaks, diketahui bahwa salah satu bab dalam RCEP juga mengatur soal investasi. Dalam bab investasi tersebut diatur mengenai mekanisme Gugatan Investor Asing Terhadap Negara atau dikenal dengan Investor State Dispute Settlement (ISDS). Mekanisme ISDS ini merupakan salah satu isu yang paling kontroversial dalam konteks perdagangan bebas, karena ISDS membuka peluang intervensi kebijakan dan hukum negara oleh investor.

“Dengan diaturnya bab khusus Investasi di dalam RCEP tentunya juga akan berdampak langsung terhadap komitmen pemerintah dalam mewujudkan akses terhadap obat murah, karena, perlindungan hak kekayaan intelektual akan bisa menjadi salah satu isu yang dapat digunakan oleh investor untuk menggugat Indonesia di ICSID,” kata Sindi dari Indonesia AIDS Coalition.

Walaupun perundingan RCEP akan segera difinalisasi pada akhir tahun ini, publik masih minim pengetahuan mengenai isi perjanjian tersebut. Sementara, publik sangat berkepentingan untuk mengetahui isi perundingan dan memberikan masukan sebab apabila perjanjian ini disepakati, pelaksanaannya akan berdampak luas terhadap publik, karena menyangkut hak-hak dasar publik.

Firdaus Cahyadi dari SatuDunia menerangkan Indonesia sudah punya Undang-Undang Kebebasan Informasi Publik sehingga tidak selayaknya perundingan yang menyangkut kepentingan publik itu dilakukan secara tertutup.

"Perundingan RCEP itu sangat berdampak pada kehidupan masyarakat banyak, sehingga sudah selayaknya dibuka ke publik. Agar publik mengetahui sejauh mana dampak buruk perundingan itu terhadap kehidupannya," ujar Firdaus.

Sebagai informasi, RCEP merupakan kerja sama mega trading block yang di bangun oleh negara anggota ASEAN bersama enam negara (Tiongkok, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, India, dan Jepang). Perundingan ini dilakukan sejak 2013. Putaran perundingan RCEP selanjutnya akan dilangsungkan di Tiongkok pada tanggal 11-22 Oktober 2016.

Kelompok Masyarakat Sipil yang mendesak pemerintah ini memiliki kepedulian terhadap isu-isu perdagangan bebas (FTA) yang sebelumnya terlibat dalam dalam pertemuan Regional Masyarakat Sipil Asia-Pasifik pada tanggal 27-28 Juli 2016 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Kelompok masyarakat sipil uang tergabung adalah IGJ, Solidaritas Perempuan, SERUNI, Satu Dunia, IAC, KRUHA, dan Walhi. (PR)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home