Loading...
RELIGI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 15:03 WIB | Minggu, 28 Februari 2016

Pendeta GBI Kalijodo: Meski Digusur Jangan Marah Sama Tuhan

Seorang jemaat meneteskan air mata saat berdoa dalam ibadah terakhir di GBI kawasan Kalijodo, Jakarta Utara, hari Minggu (28/2). (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gembala Sidang Gereja Bethel Indonesia (GBI) Kalijodo Timotius Sutomo menyampaikan khotbahnya yang terakhir kali kepada jemaat yang masih setia datang beribadah pada hari Minggu (28/2).

Tanpa pengeras suara, dalam khotbahnya, dia meminta kepada jemaat agar terus beribadah dan jangan marah kepada Tuhan karena bangunan gereja tersebut akan segera diratakan dengan tanah oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

“Pada hari ini sebelum bangunan ini tidak ada lagi tapi kita masih punya satu kali kesempatan (beribadah). Kita masih punya iman bahwa Tuhan masih menyediakan tempat. Keadaan boleh berubah tapi kita enggak selesai disini, kita enggak berakhir disini. Kita diarahkan Tuhan untuk melangkah ke arah selanjutnya. Kita enggak boleh marah sama Tuhan,” kata dia di GBI yang berada di wilayah Kalijodo Jalan Kepanduan II Jakarta Barat, hari Minggu (28/2).

Timotius kemudian mengumpamakan gereja tersebut sedang berada dalam fase metamorphosis tak sempurna yang dialami kepompong ketika hendak menjadi kupu-kupu. Mengapa tak sempurna? Karena rupanya saat kepompong tersebut sedang membentuk diri, ada anak kecil yang penasaran dengan proses yang dialami oleh kepompong itu. Anak kecil itu, lanjut dia, kemudian menggunting badan kepompong dan tidak sabar ingin melihat kupu-kupu yang indah itu lepas dari badan kepompong.

Kepompong tersebut mengeluarkan zat-zat yang seharusnya membuat dia menjadi kupu-kupu yang indah. Apa yang terjadi? Kepompong itu mati.

Timotius tidak ingin hal serupa tidak terjadi pada jemaatnya yang kini tak punya gedung gereja untuk beribadah. Dia mengimbau kepada jemaat agar tetap terus bertekun dalam Tuhan supaya rencana Tuhan tetap digenapi dalam kehidupan jemaatnya.

Kemudian, dia mengambil dua kisah dari Alkitab yaitu Yusuf dan Ayub. Yusuf yang semula adalah anak kesayangan bapaknya tiba-tiba dibuang oleh saudara-saudaranya menjadi budak di Mesir.

“Ada Roh Tuhan dalam dia. Dia tetap beribadah di dalam saat-saat kesesakan menjadi budak. Tapi Tuhan mengajarnya enggak cukup di situ. Yusuf lalu mengalami pencobaan lagi yaitu dimasukkan ke dalam penjara. Tapi dia tetap bersyukur, percaya dan berharap sama Tuhan. Karunia Tuhan enggak hilang dalam dia karena dia tetap terus di dalam Dia.”

Menutup khotbahnya, dia berpesan kepada jemaat untuk bersyukur dalam waktu 48 tahun bisa beribadah dan menjalani masa kepompong. Dia juga meyakinkan jemaat bahwa yang terjadi saat ini akan menjadi kebaikan di kemudian hari.

“Apa yg buruk di luar sana, Tuhan sanggup menjadikannya menjadi suatu kebaikan,” kata dia.

Khotbah tersebut kemudian ditutup dengan lagu Tangan Tuhan (Pelangi KasihNya) sebagai ucapan syukur dan langkah iman jemaat GBI Kalijodo. Tak sedikit dari mereka yang menitikkan air mata karena sedih dan terharu melepas bangunan gereja yang telah menampung mereka selama 48 tahun tersebut.

“Tangan Tuhan sedang merenda suatu karya yang agung mulia. Saatnya kan tiba nanti kau lihat pelangi kasihNya,” demikian kutipan pujian yang mereka senandungkan sambil berlinang air mata. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home