Loading...
INDONESIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 09:31 WIB | Rabu, 18 Januari 2017

Perempuan Diajak Berpolitik Mulai dari Desa

Ilustrasi. Ibu Negara Amerika Serikat Michelle Obama memberikan sambutan di gelaran School Counselor of the Year 2017 di Gedung Putih, Washington DC, 5 Januari 2017. (Foto: AFP)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi II DPR RI Budiman Sudjatmiko mengajak perempuan aktif berpolitik mulai dari tingkat desa untuk mempersempit jarak sosial antara perempuan dan kekuasaan dalam sistem demokrasi dengan kultur patriarkal.

Dalam masyarakat patriarkal, perempuan hanya dipercaya untuk mengurus kekuasaan atas orang, uang, dan ruang di lingkup domestik, sementara laki-laki mendapat akses atas kekuasaan yang lebih luas dalam lingkup publik.

"Paradoks ini harus diatasi dengan sistem stem cells dimana keterpinggiran perempuan atau kelompok minoritas lain dalam suatu negara harus diurai dan diobati secara politik mulai dari sel tubuh bangsa yakni desa," katanya pada diskusi berjudul "Women and Politics" di Pusat Kebudayaan AS @america, Jakarta, Selasa (17/1) malam.

Secara struktural, keterlibatan perempuan dalam sistem politik di desa telah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

UU tersebut kemudian didukung dengan peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang mengatur kewajiban perempuan untuk hadir dalam musyawarah desa sebagai forum kedaulatan tertinggi untuk menyusun visi pembangunan desa selama enam tahun ke depan.

Dengan regulasi tersebut, masyarakat dipaksa untuk mendengarkan suara perempuan dalam level musyawarah desa agar perempuan punya akses yang sama dengan laki-laki atas kekuasaan publik.

"Pada kenyataannya memang ada perempuan yang hadir meski masih sebatas formalitas. Untuk itu, perempuan perlu diajak lebih aktif berpolitik dengan mengajarkan mereka berorganisasi dan berdebat," ujar mantan Wakil Ketua Pansus UU Desa.

Dengan mengajari perempuan berorganisasi, menulis, menyampaikan pendapat, dan berdebat, maka perempuan akan lebih berani memperjuangkan kepentingan kelompoknya misalnya terkait alokasi dana desa untuk pemberdayaan perempuan.

"Keaktifan perempuan dalam berpolitik sangat penting supaya mereka bisa keluar dari rezim macak, manak, masak, atau dapur, sumur, kasur, yang sangat lekat dengan kehidupan perempuan Indonesia selama ini," tutur politikus PDI Perjuangan.

Sementara anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKB Maman Imanulhaq memandang perempuan sebagai pemilik masa depan.

Menurut Maman, perempuan tidak mungkin melahirkan pemimpin yang baik jika dia tidak aktif mencari ilmu, dibatasi ruang geraknya, atau tidak berpolitik.

"Perempuan adalah pemilik generasi masa depan. Dengan demikian, menumbuhkan kepedulian perempuan terhadap politik akan memajukan bangsa ini," kata Maman yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Dakwah PBNU. (Ant)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home