Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 13:50 WIB | Senin, 09 Desember 2013

Presiden: Pemberantasan Korupsi di Indonesia Belum Sesuai Harapan

Puncak peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia dan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia 2013 di Istana Negara Jakarta, pada Senin pagi (9/12) di Jakarta. (Foto: setkab)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Meskipun telah dilakukan upaya pencegahan dan pemberantasan secara sungguh-sungguh, masif dan agresif, dan bahkan dunia menyebut sebagai yang paling keras, tidak pandang bulu, dan tidak tebang pilih, harus diakui upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di tanah air masih belum memberikan hasil yang sesuai harapan.

“Memberantas korupsi bukan hanya aksi nyata membawa koruptor ke pengadilan, tetapi juga harus meniadakan sumber-sumber terjadinya korupsi,” kata Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada puncak peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia dan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia 2013 di Istana Negara Jakarta, pada Senin pagi (9/12) di Jakarta.

Presiden Susilo mengakui, pengalaman di banyak negara, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi bukan kerja instan setahun atau dua tahun, tetapi memerlukan waktu yang panjang sebagaimana yang terjadi di India, dan bahkan di negara-negara maju sekalipun.

Karena itu, bagi Indonesia, menurut Presiden Susilo, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi harus merupakan upaya dan pekerjaan selamanya.

Dalam kesempatan itu, Presiden Susilo mengulang pernyataannya setahun yang lalu, mengenai empat arena yang menurut dia perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan, yaitu: satu, pengadaan barang dan jasa (mark up dan fiktif); dua, pengeluaran izin, utamanya di daerah (suap, conflict of interest, sering terjadi menjelang Pilkada); tiga, penyusunan dan penggunaan APBN/APBD (kolusi antara pemerintah dan DPR, di pusat dan daerah); dan empat, penyimpangan di arena perpajakan.

Menurut Presiden Susilo, pada 10 (sepuluh) tahun terakhir terjadi fenomena baru di Indonesia, di mana korupsi lebih banyak terjadi di daerah. “Dulu era otoritarian korupsi lebih banyak terjadi di pusat, dan lebih banyak dilakukan pejabat eksekutif. Kini tersebar di pusat dan daerah; eksekutif, yudikatif, dan legislatif; dunia usaha dan elemen lainnya,” ungkap Presiden Susilo.

Presiden menilai, hal itu terjadi seiring dengan telah terdistribusinya kekuasaan (power) di era demokrasi ini. Di situlah, kata Presiden, banyak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. “Power tend to corrupt,” kata Presiden SBY.

Pengawasan Kurang Efektif

Selanjutnya, Presiden Susilo mengatakan, terkait dengan dinamika dan permasalahan pemberantasan korupsi dewasa ini, sistem pengawasan dan monitoring sering kurang efektif, sehingga memberikan ruang untuk terjadinya tindak pidana korupsi.

Karena itu, Presiden mengaku sudah mengintruksikan agar dibuat sistem pengawasan dan monitoring yang lebih kredibel dan efektif untuk melakukan tracking perizinan usaha, penyusunan dan penggunaan APBN/APBD, pembayaran pajak dan pengadaan barang dan jasa.

Presiden meminta agar upaya pencegahan korupsi dilaksanakan secara lebih gigih dan efektif. “Semua pejabat negara harus betul-betul paham mana yang termasuk korupsi, dan mana yang bukan,” ungkap Presiden.

Dalam kesempatan itu, Presiden menyebutkan, selama ini ada dua jenis korupsi, yaitu yang memang diniati untuk melakukan korupsi, dan yang tidak paham benar jika tindakannya keliru.

Kegamangan Pejabat

Kepala Negara juga menyebutkan, adanya fenomena keragu-raguan para pejabat pemerintah untuk mengambil keputusan, menetapkan kebijakan, dan menggunakan anggaran karena takut disalahkan.

Menurut Presiden, setiap kali berkunjung ke daerah, banyak Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengalami kegamangan untuk melaksanakan tugas-tugasnya karena takut disalahkan terkait dengan korupsi, sehingga akhirnya sasaran APBN/APBD gagal dicapai.

Presiden juga mengeluhkan, sering dicampur-adukkan antara wilayah penegakan hukum dan wilayah politik. Presiden mengingatkan, hukum adalah soal kebenaran dan keasilan, sementara politik tak bebas dari kepentingan kekuasaan, serta posisi yang bernuansa politik.

Berikan Kepercayaan Kepada Penegak Hukum

Presiden mengajak masyarakat untuk memberikan kepercayaan kepada penegak hukum untuk melaksanakan tugasnya tanpa gangguan politik apapun, para penegak hukum juga harus mencegah untuk tidak memasuki diskursus politikdalam mengemban tugasnya. “Berikan penjelasan kepada publik secara proporsional dan profesional agar masyarakat mengerti duduk persoalannya,” pesan Presiden.

Menurut Kepala Negara, masyarakat harus memberikan dukungan penuh kepada para penegak hukum, seraya memberikan pengawasan untuk memastikan hukum yang ditegakkan memenuhi rasa keadilan.

Kepala Negara menyampaikan dukungannya kepada KPK dan para penegak hukum yang lain, sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian, profesionalisme, dan independen.

Peringatan Hari Anti Korupsi Se Dunia dan Hari Hak Asasi Manusia Se Dunia 2013 itu dihadiri oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan pemimpin KPK lainnya, Ketua MPR Sidarto Danusubroto, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua MK Hamdan Zoelva, Ketua MA Hatta Ali, Ketua BPK Hadi Purnomo, para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, Jaksa Agung Basrief Arief, Kapolri Jendral Sutarman. (Setkab)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home