Loading...
INSPIRASI
Penulis: Endang Setyomurti 05:15 WIB | Minggu, 08 Mei 2016

Rela Menerima Teguran

Gara-gara sering ditegur, anak muda ini membunuh dosennya.
Menerima teguran orangtua (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Roymardo Sah Siregar (21 tahun), mahasiswa semester VI, Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, pelaku pembunuhan terhadap dosennya sendiri, Nurain Lubis, terancam hukuman mati. Polisi menjerat Roymardo dengan pasal perencanaan pembunuhan Pasal 340 KUHP berdasarkan bukti dan pengakuan korban serta pemeriksaan lima saksi, mengutip Tempo.co.Medan.

”Polisi menemukan fakta Roymardo memang merencanakan pembunuhan itu,” kata Kepala Polisi Resor Kota Medan Komisaris Besar Mardiaz Kusin Dwihananto, Selasa 3 Mei 2016. Roymardo, sesuai keterangannya kepada penyidik, sengaja merencanakan pembunuhan itu.

”Sudah direncanakan akan membunuh Nurain sejak sebulan lalu. Penyebabnya sepele, Roymardo tersinggung karena sering di tegur saat kuliah,” kata Mardiaz. Roymardo saat kuliah sering hanya memakai t-shirt dan tanpa membawa buku. ”Karena kerap ditegur,Roymardo jadi dendam."ujar Mardiaz.

Tragis dan membuat kita tersentak kaget!  Gara-gara sering ditegur, anak  muda ini tega menghabisi  dosennya dengan kejam. Dan ia pun kehilangan masa depannya.

Pada umumnya orang memang tidak suka ditegur atau dinasehati. Mengapa? Sebab kita sering kali  memandang teguran sebagai serangan terhadap diri kita.  Mengancam harga diri dan keberadaan kita. Anak muda kebanyakan sangat antiteguran, meski dilakukn oleh orangtuanya sendiri.  

Kita  tentu bisa mengingat-ingat reaksi kita ketika kita ditegur orangtua kita. Kita enggan  menerima teguran. Dengan sekuat tenaga kita mencari-cari alasan untuk mempertahankan diri. Apalagi jika kita merasa sudah benar, tetapi dihujani. Kita mengomel, mungkin dalam hati, ”Dasar kuno, tidak mengerti orang muda, menyebalkan.” Yang lebih keras, tentu saja melawan dengan tindakan. Padahal dari sisi yang menegur  mungkin bermaksud untuk kebaikan, untuk mengubah sikap kita yang salah, agar kita tidak mengalami hal yang buruk.

Apabila demikian, memang diperlukan pemahaman untuk menerima teguran dengan rendah hati. Bahwa teguran itu bukan untuk menyerang kita, merendahkan atau mengganggu rasa nyaman kita, sehingga kita tidak perlu membangun benteng perlawanan dan bereaksi keras yang pada akhirnya justru akan menghancurkan kita. Lagipula, sekalipun teguran itu benar-benar tidak baik, toh kita dapat mengabaikannnya tanpa kita balik menyakiti orang yang menegur kita!

Marilah kita menerima teguran sambil menyadari bahwa kadang teguran itu diperlukan untuk kebaikan diri kita sendiri!

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home