Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 13:53 WIB | Jumat, 27 November 2015

Turki Tolak Minta Maaf pada Rusia

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. (Foto: Ist)

ANKARA-MOSKOW, SATUHARAPAN.COM – Ketegangan antara Turki dan Rusia tampaknya akan meningkat terkait ditembaknya pesawat tempur Rusia oleh Turki pada Selasa (24/11) di dekat perbatasan Suriah. Turki menganggap pesawat Rusia melanggar wilayah udara Turki, sementara Rusia mengklaim pesawatnya terbang di atas Suriah.

Ketegangan ini meningkat, karena Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, pihaknya tidak akan meminta maaf atas kejadian itu.

"Saya pikir jika ada pihak yang harus meminta maaf, itu bukan kami," kata Erdogan dalam sebuah wawancara eksklusif dengan CNN International pada hari Kamis (26/11).

"Mereka yang melanggar wilayah udara kami adalah orang-orang yang harus meminta maaf. Pilot dan angkatan bersenjata kami, mereka hanya memenuhi tugas-tugas mereka, yang menanggapi ... pelanggaran aturan. Saya rasa ini adalah esensi," kata Erdogan.

Pada hari yang sama, Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan bahwa Turki belum meminta maaf atas jatuhnya pesawat perang Rusia atau memberikan jaminan bahwa "para pelaku kejahatan ini" akan dihukum.

Berbicara di Kremlin, Putin menyesalkan bahwa dia belum menerima permintaan maaf dari Turki atau tawaran "untuk memperbaiki kerusakan." Pihak Rusia sebelumnya bersikeras bahwa pesawatnya tidak pernah melanggar wilayah udara Turki sebagaimana diklaim Turki.

Tidak Minta Maaf

Putin juga mengatakan bahwa dia menyesalkan adanya fakta bahwa hubungan antara Turki dan Rusia telah didorong ke arah jalan buntu.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, kepada wartawan dan dikutip situs berita Hurriyet, dalam kunjungan ke Nikosia, ibu kota Siprus Turki, bahwa  Ankara tidak akan meminta maaf kepada Moskow.

"Kami tidak perlu meminta maaf dalam situasi kita benar," kata Cavusoglu. "Tapi kami mengatakan di telepon (25 November) bahwa kami menyesalkan," katanya, mengacu pada percakapan telepon dengan Menlu Rusia, Sergei Lavrov.

Beberapa jam sebelum wawancara dengan CNN International, Erdogan mengatakan di depan sejumlah kepala desa bahwa Turki tidak punya alasan untuk menargetkan Rusia.

"Kami mengerahkan upaya untuk menjaga perdamaian dan ketenangan di wilayah tersebut, tidak menciptakan ketegangan baru. Tidak ada alasan untuk menargetkan Rusia yang denganya kita memiliki hubungan multidimensional dan sangat kuat ... ketidaksetujuan kami dengan Rusia di Suriah adalah satu hal, dan penegakan aturan kami keterlibatan adalah hal yang berbeda," kata Erdogan.

Presiden Turki juga menolak saran yang "emosional" yang membatalkan projek dengan Rusia, yang bisa menjadi bentrokan terbuka dan mengakui secara serius ketegangan antara anggota NATO dan Rusia itu selama setengah abad, dan menjadikan lebih rumit upaya internasional untuk melawan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) di Suriah.

"Kami adalah mitra strategis. Projek kerja sama dapat dihentikan, hubungan bisa diputus. "Apakah pendekatan tersebut patut untuk politisi?" Tanya Erdogan.

"Pertama politisi dan militer kita harus duduk dan berbicara tentang di mana kesalahan yang terjadi, dan kemudian fokus pada mengatasi kesalahan-kesalahan pada kedua sisi. Tapi sebaliknya, jika kita membuat pernyataan emosional seperti itu, tidak akan benar," katanya, seperti diberitakan Hurriyet.

Saling Tuduh

Sebelumnya Perdana Menteri Rusia, Dmytri Medvedev, pada hari Rabu (25/11) menuduh bahwa para pejabat Turki yang mendapatkan keuntungan dari penjualan minyak NIIS. Sementara Lavrov mengatakan hal itu bukan rahasia lagi bahwa "teroris" menggunakan wilayah Turki.

"Tidak tahu malu. Ini jelas, di mana Turki membeli minyak dan gas... Mereka yang mengklaim kita membeli minyak dari Daesh (sebutan lain dari NIIS), kalim yang harus mereka buktikan. Tidak ada yang bisa memfitnah negara ini," kata Erdogan.

"Jika Anda sedang mencari sumber persenjataan dan kekuatan keuangan Daesh, tempat pertama untuk dilihat adalah rezim (Presiden Suriah, Bashar Al-Assad) dan negara-negara yang mendukungnya," katanya.

Pada hari Rabu (25/11) itu, Putin juga berpendapat bahwa pemimpin Turki saat ini sengaja mendukung islamisasi negara.

"Masalahnya bukan pada tragedi yang kami hadapi kemarin (insiden jatuhnya jet tempur SU-24), masalahnya jauh lebih dalam," kata Putin kepada wartawan. "Kami melihat - dan tidak hanya kita, saya meyakinkan Anda dan seluruh dunia melihatnya hal itu - bahwa pemimpin Turki saat ini selama beberapa tahun mengupayakan kebijakan dan dukungan dan Islamisasi negara," kata Putin.

Sementara Erdogan merespons momentar ini. "Warga Turki 99 persen (dari populasi) adalah Muslim. Bagaimana disa dikatakan demikian?Bagaimana bisa frase seperti itu digunakan? Dapatkah saya datang dan berkata 'administrasi ini mengerahkan upaya kristenisasi Rusia?' Ada 30 juta Muslim yang tinggal di sana (Rusia)," kata Erdogan.

"Tayyip Erdogan adalah Muslim. Negara ini 99 persen (warganya) adalah Muslim. Lalu apa yang harus saya lakukan untuk itu? Kami hanya mengerahkan upaya untuk memenuhi apa yang dibutuhkan agama kita; itulah yang kami lakukan," katanya.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home