Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 13:27 WIB | Jumat, 07 November 2014

1,8 Miliar Manusia Hidup di Wilayah Langka Air

750 juta manusia tidak mempunyai akses pada air minum yang aman; Satu miliar manusia buang kotoran di tempat terbuka; Air menjadi senjata dalam perang; 90 persen manusia hidup di negara yang berbagi sumber daya air; PBB menyerukan fokus pembangunan pada air dan menjalankan diplomasi air.
Seorang anak dengan air minum di Darfur, Sudan. (Foto: un.org)

LONDON, SATUHARAPAN.COM – Wakil Sekjen Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Jan Eliasson, mengatakan bahwa hingga 2050 permintaan akar air meningkat 40 persen. Namun 1,8 miliar manusi hidup di wilayah yang langka air.

Air telah menjadi elemen penting dalam urusan global, bahkan menyangkut hak asasi manusia, serta konflik dan perdamaian. Namun di seluruh dunia masih ada sekitar 750 juta orang yang hidup dengan tidak memiliki akses pada air minum yang aman.

Pada Water Summit di Londong, Inggris, hari Kamis (6/11) Eliasson mengatakan bahwa air menjadi elemen paling dasar  dari semua hak asasi manusia, dan menjadinurusan global.

"Di seluruh dunia saat ini, kita melihat kurangnya akses terhadap air dapat menyulut konflik dan bahkan mengancam perdamaian dan stabilitas," kata Jan Eliasson tentang "Mengatasi Tantangan Air Dunia: Apa Selanjutnya?" pertemuan itu diselenggarakan oleh The Economist.

Wakil Sekjen PBB itu menekankan perlunya "hydro-diplomasi, atau diplomasi air" untuk mengatasi degradasi air askibat perubahan iklim, atau risiko tekanan penduduk yang menciptakan ketegangan sosial, ketidakstabilan politik.

Pertemuan ini membahas air terkaity masalah urbanisasi, pertanian, dan sanitasi, serta  keamanan air. Hadir juga pada kesempatan itu menteri dari Uganda, Singapura, dan Mongolia, wakil organisasi non-pemerintah, swasta dan media.

Air Sebagai Senjata

Jan mengungkapkan bahwa air digunakan dalam konflik termasuk senjata perang seperti yang terjadi  selama konflik di Darfur, Sudan.  "Pada satu perjalanan pada tahun 2007, di utara Darfur ,setelah kami tiba di sebuah desa, kami bertemu dengan sekelompok perempuan yang menyanyikaan, 'Air, air, air." Para milisi musuh telah meracuni mereka dengan meracuni sumber air, kata mereka.

Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) juga memanfaatkan akses ke air untuk memperluas kontrol atas wilayah dan untuk menundukkan penduduk. Dari Tajikistan hingga Etiopia, ketegangan di hulu dan hilir muncul terkait dengan projek hidroelektrik besar, dan tetap menjadi masalah.

Konflik tentang air tidak eksklusif di negara-negara tertentu. Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah menyaksikan gelombang krisis air seperti mengeringnya cekungan Laut Aral  yang belum pernah terjadi setelah kekeringan selama tiga tahun di California.

Selain itu, urbanisasi yang cepat memberi tekanan besar pada penggunaan air dan infrastruktur. Hal itu membuat sumber daya air makin langka dan mahal, terutama bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan.

Diplomasi Air

Eliasson mengungkapkan bahwa permintaan air diproyeksikan tumbuh lebih dari 40 persen pada tahun 2050. Namun diperkirakan 1,8 miliar orang akan segera tinggal di negara atau wilayah dengan kelangkaan air.

Ada kemajuan bahwa dua miliar manudia dari sekitar 7 miliar penduduk dunia telah memperoleh manfaat dari akses ke sumber-sumber air yang lebih baik, sebagai hasil investasi yang cerdas dan kebijakan. Namun masih ada 750 juta orang yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman.

Sayangnya, sekitar 80 persen dari air secara global dibuang tanpa pengolahan ke laut, sungai dan danau. Akibatnya, sekitar dua  juta anak balita meninggal setiap tahun karena kekurangan air bersih dan sanitasi yang layak. Eliasson juga menyebutkan bahwa satu miliar orang di 22 negara masih membuang kotoran di tempat terbuka.

Dia mengungkapkan bahwa air harus menjadi fokus pembangunan dan wacana dalam diplomasi dan menjadi sumber diplomasi, bukan sumber konflik.

Di seluruh dunia sekitar 90 persen manusia hidup di negara yang berbagi sungai atau danau yang membutuhkan manajemen bersama. "Tidak ada pemerintah yang sendirian dapat melaksanakan agenda pengelolaan air," kata dia menegaskan.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home