Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 11:51 WIB | Selasa, 22 Oktober 2013

40.000 TKI Overstayers Ingin Pulang ke Tanah Air

SEMARANG, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 40.000 Tenaga Kerja Indonesia yang melanggar izin tinggal (overstayers) ingin pulang ke Tanah Air, kata Penasihat dan Pengawas Tim Sukarelawan Pemantau Amnesti Arab Saudi Syech Razie Ali Maula Dawilah.

"Jadi, tidak benar pernyataan dari pejabat Kementerian Luar Negeri RI bahwa hanya 715 TKI `overstayers` saja yang ingin pulang ke Indonesia menggunakan pesawat haji," kata Razie kepada Antara di Semarang, Selasa (22/10), ketika menanggapi pernyataan Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Tatang S. Razak.

Razie mengemukakan hal itu terkait dengan pemberitaan bahwa Kemlu RI berupaya memulangkan ribuan TKI "overstayers" dari Arab Saudi menggunakan pesawat haji. Namun, dari 7.100 kursi yang disediakan hanya 715 orang saja yang mengambil kesempatan dipulangkan.

"Pengetahuan Bapak Tatang tentang kondisi riil yang dialami oleh TKI `overstayer` memang tinggi. Akan tetapi, analisis yang tidak berdasar ini sangat kami sayangkan," ucapnya.

Proses Rumit

Ia lantas menjelaskan latar belakang kenapa hanya 715 TKI "ovestayers" yang menggunakan pesawat haji, antara lain proses amnesti yang sangat rumit membuat sebagian besar TKI "overstayers" bolak-balik untuk mengurus dokumen keimigrasian.

Di lain pihak, kata Razie, petugas Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) seharusnya membantu TKI di Imigrasi (Jawazat) Saudi secara penuh. Namun, karena bersamaan dengan musim haji, mereka saat ini sedang sibuk mengurus hal yang berkaitan dengan jemaah haji.

"Mereka tidak membantu TKI secara penuh, sementara pihak Imigrasi Saudi hanya menerima dokumen jika pihak KJRI ada di sana," kata Razie.

Blacklist

Setelah pemulangan TKI "overstayers" kloter pertama, menurut dia, beredar informasi bahwa TKI "overstayers" yang menggunakan pesawat haji, bukan hanya di-"blacklist" oleh pemerintah Arab Saudi, melainkan mereka juga melakukan sidik jari sesampainya di Jakarta. Mereka pun di-"blacklist" untuk menjadi TKI.

Karena alasan itulah, lanjut Razie, sebagian dari mereka yang sudah berhasil mendapatkan exit permit memilih untuk pulang secara mandiri dengan membayar biaya sekitar 350--400 dolar Amerika Serikat.

Lagi pula, kata Razie, TKI "overstayers" tidak gratis naik pesawat haji. Mereka harus bayar 200 dolar AS atau setara 702 riyal Saudi.

"Ucapan yang selalu saya terima dari aduan mereka, `Mending bayar tiket 1.500 riyal Saudi asal tidak disidik jari dan tidak dicekal oleh negara sendiri. Kami punya tanggung jawab keluarga, kalau saya dicekal tidak bisa keluar negeri, mereka saya biayai dari mana?`," kata Razie.

Diakui oleh Razie bahwa pesawat haji memang efisien, tetapi efisiensi itu dapat dirasakan jika pengurusan exit permit tidak bermasalah seperti saat ini. Dari alasan-alasan itulah yang membuat sedikitnya jumlah TKI "overstayers" yang menggunakan penerbangan haji.

"Kami berharap pemerintah pusat bisa memikirkan metode pengurusan exit permit bagi para TKI `overstayers` karena sebenarnya yang paling memberatkan mereka adalah pengurusan dokumen keimigrasian. Dalam proses itu, banyak dari mereka yang harus membayar calo dengan biaya beribu-ribu riyal," ungkapnya.

Di sisi lain, dia juga meminta KJRI membekali para TKI "overstayers" dengan surat keterangan dari KJRI dalam bahasa Arab bahwa paspor mereka berada di KJRI. Dengan surat ini setidaknya para TKI "overstayers" punya dasar untuk menjawab pertanyaan pihak Imigrasi Saudi yang selalu meminta paspor lama yang asli dan menolak fotokopi, apalagi nomor paspor saja. (Ant)
 

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home