Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 08:45 WIB | Jumat, 04 Juli 2014

46 Perawat India Diculik ISIS di Tikrit, Irak

Menteri Luar Negeri India, Sushma Swaraj. (Foto: AFP)

NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM – Di tengah situasi keamanan yang memburuk di Irak dilaporkan bahwa 46 perawat asal India di Tikrit, Irak, diculik oleh militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Namun laporan yang disampaikan hanya menyebutkan bahwa mereka dipaksa meninggalkan rumah sakit dan diperkirakan mereka dalam penahanan oleh militant ISIS, dan kemungkinan dibawa ke Mosul.

Menteri Luar Negeri India, Sushma Swaraj, meminta  para menteri luar negeri dari enam negara-negara di Teluk untuk membantu mencari mereka, pada hari Kamis (3/7).  Sumber  di kementerian luar negeri itu kepada media India, The Indian Express, bahwa  Swaraj  telah meminta  Menteri Luar Negeri  Arab Saudi, Pangeran Saud Al-Faisal, Melu Bahrain, Shaikh Khalid Bin Ahmed Bin Mohamed Al Khalifa, Deputi Pertama Perdana Menteri Kuwait, dan Menteri Luar Negeri, Sheikh Sabah Al-Khaled Al-Hamad Al-Sabah, Menteri Luar Negeri Oman Yusuf bin Alawi, Menteri Luar Negeri Qatar, Khalid bin Mohamed Al Attiyah, dan  Menlu Uni Emirat Arab, Shaikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan.

"Mereka semua sangat positif dan meyakinkan akan memberi bantuan dalam mengatasi  situasi saat ini," kata sumber itu.

Pemerintah India India menegaskan bahwa 46 perawat dipindahkan dari Rumah Sakit Tikrit, dan menunjukkan mereka dipaksa pindah oleh pasukan ISIS.

Kepala Menteri Kerala, Oommen Chandy, yang bertemu Swaraj di New Delhi, hari Kamis (3/6) mengatakan  beberapa perawat  yang berasal dari Kerala itu mengalami luka ringan setelah mereka terkena pecahan kaca jendela.  "Kami akan melakukan segala kemungkinan untuk memastikan keselamatan mereka, meskipun dalam pilihan terbatas,'' kata Chandy.

Beberapa kerabat mereka di Kerala mengatakan militan telah memaksa mereka untuk naik bus pada Kamis pagi. John Abraham, ayah dari salah seorang perawat, mengatakan bahwa para perawat tidak memiliki pilihan, dan terpaksa mematuhi militan. "Mereka meminta nasihat dari para pejabat Kedutaan Besar India, yang meminta mereka untuk mematuhi pemberontak. Tampaknya semua orang dari sisi India telah menyingkirkan putri kami," kata dia.

"Setelah naik bus, putri saya mengatakan mereka bepergian dengan para militan. Dia mengatakan salah satu militan sedang duduk di atas bus. Dia mengatakan kepada saya bahwa dia mungkin tidak dapat menelepon ketika mereka berada di tahanan pemberontak. Sekarang dia tidak menanggapi panggilan telepon kami,"kata Abraham.

Upah Lebih Tinggi

Tikrit merupakan  tempat kelahiran mantan Presiden Irak, Saddam Hussein, dan  telah menjadi tempat pertempuran sengit pekan ini antara tentara Irak dengan ISIS yang merupakan kelompok  sempalan darik Al-Qaeda.

Pemberontak Negara Islam dan kelompok-kelompok militan Muslim Sunni lainnya merebut kota-kota di Suriah dan Irak bulan lalu.

Para perawat dari India bekerja di sana karena bisa mendapatkan upah yang lebih tinggi di Timur Tengah daripada di negeri mereka. Beberapa perawat di Irak menolak kembali ke India, karena mereka telah memiliki pinjaman besar untuk mendapatkan pekerjaan di luar negeri.

Beberapa kritikus mengatakan pemerintah India harus berusaha untuk mengevakuasi  46 perawat di Tikrit, meskipun situasi keamanan yang sulit. Sebelumnya, dua pekan lalu, 40 pekerja konstruksi asal India diculik di kota Mosul, Irak utara, dan semua kecuali satu dari mereka masih di dalam penahanan.  

Sekitar 10.000 orang India bekerja di Irak, terutama di daerah tidak terpengaruh oleh pertempuran, tetapi sebagian dari mereka telah kembali ke India sejak ISIL memulai serangan.

ISI di Suriah

Sementara itu, media Mesir berbahasa Arab, Al Ahram, memberitakan bahwa gerilyawan dari kelompok Negara Islam (ISIS) telah menguasai ladang minyak al-Omar yang merupakan  lading terbesar Suriah. Mereka merebut dari pejuang pemberontak Front  Nusra, saingannya pada hari Kamis (3/7), dan memperkuat kekuasaan mereka di seluruh provinsi di wilayah timur, Deir al-Zor, kata kelompok pemantau.

"Mereka mengambil kepemimpinan sekitar dua jam yang lalu," kata Rami Abdelrahman, kepala Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia. Front Nusra, sayap Al-Qaeda di Suriah, sebelumnya menguasai lading minyak itu.

Suriah sebenarnya bukan negara produsen minyak yang signifikan dan belum mengekspor minyak sejak akhir 2011, ketika sanksi internasional mulai berlaku untuk meningkatkan tekanan pada Presiden Bashar Al-Assad. Namun sebelum sanksi itu, Suriah pernah mengekspor sebanyak 370.000 barel per hari, terutama untuk tujuan Eropa.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home