Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 09:15 WIB | Jumat, 04 Juli 2014

Kurdi Irak Ajukan Referendum Kemerdekaan

Keluarga Irak yang melarikan diri dari aksi kekerasan di kota utara Irak, Tal Afar, berkumpul di pos pemeriksaan Kurdi di Aski Kalak, 40 kilometer di bagian Barat Arbil, wilayah otonomi Kurdi, pada 1 Juli 2014. (Foto: AFP)

BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM - Presiden wilayah otonomi Kurdi, Irak bagian utara, meminta parlemen di wilayah itu pada hari Kamis (3/7) untuk mempersiapkan referendum kemerdekaan. Demikian menurut anggota parlemen yang menghadiri sidang tertutup tersebut.

Sementara itu, Pemerintah Amerika Serikat, seperti dilaporkan kantor berita AFP, menyatakan menentang imbauan pemimpin Kurdi Irak untuk menggelar referendum kemerdekaan. AS mengatakan bahwa satu-satunya cara agar negara tersebut bisa mengusir kelompok radikal Islamis  adalah dengan tetap bersatu.

Wilayah otonom Kurdi di Irak yang berpenduduk  lima juta orang telah memiliki pemerintahan sendiri di Irak yang relative damai sejak tahun 1990. Namun sekitar 40 persen wilayah mereka dalam beberapa pekan terakhir dikuasai militan Islam Sunni yang membentang luas dari Irak bagian barat dan utara.

Meskipun imbauan untuk referendum kemerdekaan itu bukan hal baru, perubahan dramatis dalam situasi di lapangan mendorong Kurdi  sekarang melihat keadaan untuk berdaulat sepenuhnya di tangan mereka. Kurdi juga  sangat mendukung kemerdekaan dalam pemungutan suara yang tidak mengikat pada 2005.

"Presiden meminta kami untuk membentuk sebuah komisi pemilihan independen untuk melaksanakan referendum di wilayah Kurdistan dan menentukan jalan ke depan," kata anggota parlemen, Farhad Sofi, anggota dari Partai Demokrat Kurdistan (KDP) sebagaimana dikutip Al Ahram dari Reuters.

Presiden Kurdi, Massoud Barzani, tidak menawarkan jadwal pelaksanaan kepada komisi yang diusulkan mengorganisir referendum. Mereka mengatakan Barzani telah meminta parlemen untuk memilih tanggal pemungutan suara.

Pemimpin Kurdi dalam pertemuan bulan lalu dengan Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, mengatakan bahwa adalah "sangat sulit" untuk membayangkan Irak tetap bersama-sama.

Hal itu mengacu pada perebutan wilayah yang disengketakan di Kirkuk oleh pasukan Kurdi yang dikenal sebagai 'Peshmerga'. Perdana Menteri Irak, Nuri al-Maliki, menuduh Kurdi  "mengeksploitasi peristiwa terkini untuk memaksakan kenyataan" dan menyebut langkah tersebut tidak dapat diterima.

AS Menolak

Pihak Washington menentang imbauan pemimpin Kurdi untuk menggelar referendum kemerdekaan. Satu-satunya cara, menurut AS, agar negara tersebut bisa mengusir Islamis radikal adalah dengan tetap bersatu.

Pihak Gedung Putih, yang bekerja di balik layar untuk mencoba meyakinkan para pemimpin Sunni, Syiah dan Kurdi di Irak, meminta agar membentuk sebuah pemerintahan bersatu di Baghdad, memberikan respons dingin.

“Faktanya adalah bahwa kami akan terus meyakinkan bahwa Irak akan lebih kuat jika bersatu,” kata juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest. “Itulah mengapa Amerika Serikat terus mendukung Irak yang demokratis, pluralistik, dan bersatu, serta kami akan terus menekankan kepada semua pihak di Irak untuk terus berupaya bersama-sama menuju tujuan tersebut.”


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home