Loading...
EKONOMI
Penulis: Prasasta Widiadi 09:00 WIB | Kamis, 11 Desember 2014

Agustinus Prasetyantoko Sebut BI Tepat Terapkan Makroprudensial

Darsono, direktur eksekutif untuk kebijakan makro prudensial Bank Indonesia. (kiri) dan Agustinus Prasetyantoko (kanan) pada diskusi Kajian Stabilitas Keuangan bertema Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi, di Gedung Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (10/12). (Foto-foto: Prasasta)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM  - Dekan Fakultas Ilmu Administrasi dan Bisnis Unika Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko mengemukakan kebijakan stabilitas sistem keuangan dalam ekonomi makro prudensial saat ini tepat dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).

“Isu makro prudensial seluruh dunia saat ini sedang menghangat, oleh karena itu kebijakan makro prudensial sangat efektif diterapkan oleh BI dalam kebijakan ekonomi makro negara negara ekonomi berkembang,” kata Prasetyantoko pada  acara Diskusi Kajian Stabilitas Keuangan bertema Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi, di Gedung Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (10/12).

Kebijakan keuangan makroprudensial adalah kebijakan keuangan yang ditetapkan bank sentral sebuah negara guna memitigasi risiko sistemik di sektor keuangan,

Dalam hal ini Bank Indonesia (BI) terus memperkuat kebijakan makroprudensial contohnya dengan mengarahkan pengendalian kredit dan likuiditas agar sejalan dengan pengelolaan stabilitas makroekonomi.

Ancaman perekonomian yang lesu mendera Indonesia saat ini, karena Bank Dunia pada Senin (8/12) merilis angka pertumbuhan sebesar 5,1 persen untuk 2015 mendatang, dan penurunan angka tersebut terjadi karena sektor keuangan melemah seiring dengan tidak kuatnya rupiah bersaing dengan mata uang asing.

Prasetyantoko mengatakan BI melakukan redefinisi tentang kewenangan fungsi dari  sebuah bank sentral bagi sebuah negara.

“Di indonesia relevansinya lebih kuat lagi karena secara institusional ada OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang mengambil fungsi mikro prudensial,” kata Prasetyantoko.

“Saya kira ini sangat penting dalam kebijakan moneter,” ekonom salah satu bank swasta di Indonesia ini menambahkan.

Ancaman sektor keuangan pun pernah mendera bangsa Indonesia seperti terjadi 1998 dan 2008, tetapi krisis keuangan pada 1998 menjadi sebuah pelajaran yang berharga bagi bangsa Indonesia karena membutuhkan waktu pemulihan ekonomi yang cukup lama karena dampak ekonomi dari pergantian beberapa pemimpin Indonesia cukup krusial.

Kebijakan makro prudensial selama ini belum terlalu terlihat di bank swasta, Prasetyantoko berharap fungsi tersebut tidak hanya dimiliki bank sentral, dan dia berharap perbankan dan pelaku usaha dapat berpatokan kepada buku Kajian Sistem Keuangan (KSK) yang baru saja dikeluarkan Bank Indonesia edisi ke-23 dapat dibaca kalangan luas.

“Secara khusus KSK no 23 menjadi menarik karena kelengkapan tentang makroprudential tidak hanya disajikan sebagai pelengkap, karena perspektif tentang makroprudensial sangat luas. Makroprudensial selain perspektif dia juga sebagai konsep penjabaran tetapi juga kelengkapan. Pada edisi KSK 22 konsep makroprudensial sesungguhnya sudah muncul di beberapa KSK sebelumnya,”  Prasetyantoko mengakhiri penjelasannya.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home