Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Francisca Christy Rosana 16:45 WIB | Rabu, 20 Mei 2015

Ahok: Sudah Digaji Gede, Kerja Aja Nggak Bener

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjadi inspektur upacara Hari Kebangkitan Nasional di Lapangan Silang Monumen Nasional (Monas), Rabu (20/5). (Foto: Francisca Christy Rosana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Momentum Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) bagi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dimaknai sebagai penggugah semangat pegawai untuk lebih giat bekerja. Namun, pria yang akrab disapa Ahok ini menyatakan kekecewaannya sebab saat ini kinerja para pejabat negara maupun para PNS DKI tak sebanding dengan gaji yang diterimanya.

“Sudah digaji gede, kerja masih nggak bener,” ungkap Ahok seusai menjadi inspektur upacara di Lapangan Silang Monumen Nasional (Monas), Rabu (20/5).

Ahok menyayangkan sikap para pejabat baik di pusat maupun para PNS di lingkungan Pemprov DKI yang masih bermental koruptor meski sudah digaji besar. Bagi pria yang pernah menjadi Bupati Belitung Timur ini, ungkapan jiwa dan raga seperti yang terdapat dalam lirik “Bagimu Negeri” belum terserap betul dalam benak jiwa para PNS.

“Kita itu belum berikan jiwa raga kok, disuruh nggak korupsi saja susah banget. Suruh kerja yang bener saja susah. Nyanyi sih pinter semua jiwa raga Bagimu Negeri. Rakyat nggak pernah minta jiwa raga kok, rakyat cuma minta PTSP layanin yang bener, sampah dipungut yang bener terus kerja yang bener jamnya. Sudah digaji gede kerja masih nggak bener,” kata dia.

Lebih lanjut, Ahok memaknai Kebangkitan Nasional sebagai momentum kebersamaan. Terlebih, Jakarta dengan penduduk multikultural dihadapkan sengan berbagai persoalan latar belakang budaya yang kerapkali menimbulkan konflik.

“Semangat kebersamaan tentu saja Bhineka Tunggal Ika mutlak, kalau nggak gitu pecah. Lihat saja yang di sini makan orang Padang orang apa macam-macam. Gimana mau maju kalau kita semua berantem,” kata mantan politikus Gerindra itu.

Kebangkitan Nasional adalah masa bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home