Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 23:06 WIB | Selasa, 18 Oktober 2016

Alasan KPK Sasar Korupsi "Kecil"

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo (kanan) bersama Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (tengah) dan Ketua DPRD Jateng Rukma Setyabudi (kiri) memperlihatkan piagam komitmen bersama pencegahan korupsi terintegrasi saat Rakor Bupati/Wali Kota se-Jateng, di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (18/10). Rakor tersebut membahas tentang rencana aksi bersama Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi antara pemprov dengan pemkab/kota se- Jateng agar terbangun sistem kinerja yang memiliki akuntabilitas dan integritas. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sejumlah Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK belakangan dianggap hanya korupsi kecil meski menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif hal itu dapat memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi (ICP) Indonesia.

"Kami berpikir bahwa untuk mendapatkan angka (ICP) 50 itu yang paling berpengaruh sebenarnya adalah korupsi-korupsi kecil itu, yang pungli-pungli itu. Jadi kami minta Presiden bisa memberikan instruksi yang jelas agar korupsi-korupsi kecil itu bisa ditangani dengan cepat karena KPK oleh UU sudah dibatasi pertama harus ada penyelenggara negara, kedua kerugian negara harus di atas Rp 1 miliar jadi agak menyusahkan KPK untuk melakukan semuanya," kata Laode di Jakarta, hari Selasa (18/10).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 15 Oktober 2016 melakukan Operasi Tangkap Tangan terhadap Ketua Komisi A DPRD Kebumen Yudhy Tri H dan PNS Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Kebumen Sigit Widodo dan menyita barang bukti sebesar Rp 70 juta sebagai uang yang diduga suap terkait proyek pengadaan di Dinas Pendidikan dan Dinas Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kebumen senilai total Rp 4,8 miliar.

"Perlu dilihat lagi berdasarkan survei internasional, salah satunya tentang investasi dan bisnis, di Indonesia yang paling bermasalah adalah dalam Indicator of Doing Business adalah `corruptive` yang angkanya 11,7. Artinya ada korupsi dari yang kecil sampai yang besar," tambah Laode.

Namun ia tetap menyerahkan pengusutan pungutan liar ke polisi karena menurut Laode, polisi adlaah pihak yang paling tepat untuk memberantas pungli.

"Pungli kami serahkan ke polisi dan kejaksaan, namun polisi lebih cocok karena polisi melekat pada dirinya sebagai penegak hukum salah satunya untuk memberantas pungli dan salah satunya memberantas pungli. KPK sebisa mungkin membantu. Saya sudah mendapati banyak petinggi Polri yang memberikan arahan akan menindak tegas bawahannya yang ikut dalam pungli, dan pemberantasan pungli ini harus menjadi gerakan nasional dan KPK akan memberikan dukungan yang kuat," tambah Laode.

Transparansi Internasional pada awal tahun ini mengumumkan indeks persepsi korupsi (ICP) Indonesia tahun 2015 membaik, dari skor 34 menjadi 36 tahun ini dibanding tahun lalu. Sehingga peringkat Indonesia juga naik dari 107 menjadi 88.

Skor Indonesia naik 2 poin dan naik 19 peringkat dari tahun sebelumnya. Namun kenaikan tersebut belum mampu menandingi skor dan peringkat yang dimiliki oleh Malaysia (50), dan Singapura (85), dan sedikit di bawah Thailand (38). Indonesia lebih baik dari Filipina (35), Vietnam (31), dan jauh di atas Myanmar (22).

Transparansi Internasional memembuat peringkat ICP sebanyak 168 negara di seluruh dunia, dengan skor 0 untuk paling korupsi, dan 100 untuk paling bersih. Skor rata-rata di dunia adalah 43, artinya semua negara dengan skor di bawah itu dianggap masih korup. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home