Loading...
DUNIA
Penulis: Bayu Probo 09:08 WIB | Sabtu, 28 September 2013

Anak-anak Dijadikan Perisai Hidup dalam Konflik di Filipina

Anak-anak Dijadikan Perisai Hidup dalam Konflik di Filipina
Pengungsi Zamboanga. (Charlos/HRW)
Anak-anak Dijadikan Perisai Hidup dalam Konflik di Filipina
Tersangka pemberontak Zamboanga di tahan di kantor polisi. (HRW)

ZAMBOANGA, SATUHARAPAN.COM –  Sehari sebelum bentrokan dimulai (7/9), Hassan (15) dibawa kakeknya dari desa mereka di Pulau Basilan di Filipina Selatan untuk menghadiri apa yang disebut kakeknya sebagai "aksi damai" di dekat kota Zamboanga. Tiga hari kemudian, Hassan ditemukan di sel penjara Zamboanga sempit bersama dengan pemuda ditangkap karena diduga sebagai anggota Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF).

Jumlah korban dari pertempuran antara pemberontak Muslim dan pasukan pemerintah, yang dimulai pada 9 September, termasuk puluhan tewas dan terluka, 10.000 rumah dibakar, dan 120.000 warga mengungsi. Banyak warga sipil yang masih disandera pemberontak. Tapi, anak-anak, seperti Hassan, membayar harga mereka sendiri.

Hassan menyangkal bahwa dia adalah anak kombatan MNLF. Dan, pemerintah telah memindah dia ke Pusat Tahanan pemuda. Yang diduga sebagai tentara anak, lainnya termasuk Kiram (14) dan Abdul (17) yang telah menghabiskan lima hari dalam tahanan polisi. Mereka diborgol bersama tiga orang dewasa di dalam kantor polisi.

Human Rights Watch telah melaporkan insiden kesalahan angkatan bersenjata Filipina mengidentifikasi anak-anak sebagai “prajurit anak” dan mempertontonkannya di hadapan media. Tetapi, bahkan jika Hassan, Kiram, dan Abdul benar-benar pejuang anak, mereka adalah korban. Menurut Protokol Opsional Konvensi Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata, kelompok-kelompok bersenjata seperti MNLF seharusnya tidak, dalam keadaan apa pun, merekrut atau menggunakan dalam permusuhan siapa pun di bawah usia 18 tahun. Kondisi penahanan anak-anak ini—bahwa mereka berbagi fasilitas dengan orang dewasa—juga melanggar kewajiban pemerintah di bawah Konvensi Hak Anak, yang diratifikasi Filipina pada 1990. Jika anak-anak ini memang telah digunakan dalam pertempuran dengan MNLF, mereka berhak mendapatkan pelayanan dan bantuan dalam reintegrasi sosial psikologis.

Selama seminggu terakhir, Human Rights Watch juga telah mendokumentasikan pemberontak  menggunakan anak-anak sebagai sandera dan perisai manusia. Beberapa di antaranya telah tewas dan terluka selama operasi militer. Sementara itu, pusat-pusat evakuasi  Zamboanga, termasuk sebuah stadion olahraga, dipenuhi ribuan anak-anak tunawisma dan tidak mampu untuk pergi ke sekolah.

Pelanggaran Serius Kedua Pihak

Pasukan keamanan Filipina dan pemberontak Muslim telah melakukan pelanggaran serius dalam pertempuran di kota selatan Zamboanga. Setelah mengambil alih lima desa pesisir (9/9), Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) menyandera puluhan warga, meski banyak telah dibebaskan. Filipina militer dan polisi diduga telah menyiksa atau memperlakukan secara buruk dalam tahanan tersangka pemberontak.

Dalam satu insiden, gerilyawan menggunakan sandera Kristen sebagai perisai manusia. Namun, pasukan pemerintah Filipina menyerang, tampaknya membabi buta, kata Human Rights Watch.

 

"Dalam konfrontasi di Zamboanga, para pemberontak bersembunyi di balik sandera dan tentara menembak mereka (pemberontak serta sanderanya) menunjukkan betapa buruk pertempuran ini," kata Brad Adams, direktur Asia Human Rights Watch. "Kedua belah pihak harus melakukan semua yang mereka bisa untuk mencegah kerugian lebih lanjut atas kehidupan sipil."

Pemerintah menanggapi penyusupan pemberontak dengan mengirimkan ribuan tentara, mengepung desa-desa, dan "membersihkan" sebagian besar wilayah elemen pemberontak, kata para pejabat. Lebih dari 112.000 penduduk telah mengungsi akibat pertempuran pada 18 September menurut Departemen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan.

Human Rights Watch telah mewawancarai warga desa disandera, MNLF pemberontak tersangka, keluarga korban, petugas polisi, dan pejabat dari Komisi Hak Asasi Manusia.

Lama setelah suara senjata hilang dan tentara pulang, anak-anak Zamboanga akan bergulat dengan trauma kekerasan ini. (hrw.org)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home