Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 12:33 WIB | Minggu, 13 Februari 2022

AS Diprotes Karena Alihkan Dana Cadangan Afghanistan untuk Korban 9/11

Pengunjuk rasa Afghanistan memegang plakat dan meneriakkan slogan-slogan menentang AS selama protes mengecam keputusan Presiden Joe Biden, di Kabul, Afghanistan, Sabtu, 12 Februari 2022. (Foto-foto: AP/Hussein Malla)

KABUL, SATUHARAPAN.COM-Demonstran di ibu kota Afghanistan, Kabul, pada hari Sabtu (12/2) mengecam  perintah Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, untuk melepaskan US$ 3,5 miliar aset Afghanistan yang disimpan di AS untuk keluarga korban 9/11 Amerika. Mereka mengatakan uang itu milik warga Afghanistan.

Para pengunjuk rasa yang berkumpul di luar masjid agung Eid Gah di Kabul meminta kompensasi finansial kepada Amerika untuk puluhan ribu warga Afghanistan yang tewas selama 20 tahun terakhir perang di Afghanistan.

Perintah Biden, yang ditandatangani pada hari Jumat (11/2), mengalokasikan US$ 3,5 miliar aset Afghanistan lainnya untuk bantuan kemanusiaan ke dana perwalian yang akan dikelola oleh PBB untuk memberikan bantuan kepada warga Afghanistan. Ekonomi negara itu berada di ambang kehancuran setelah uang internasional berhenti masuk ke Afghanistan dengan kedatangan Taliban pada pertengahan Agustus.

Bank Sentral Afghanistan meminta Biden untuk membalikkan perintahnya dan mengeluarkan dana untuk itu, mengatakan dalam sebuah pernyataan hari Sabtu bahwa dana itu milik rakyat Afghanistan dan bukan pemerintah, partai atau kelompok.

Torek Farhadi, seorang penasihat keuangan untuk mantan pemerintah Afghanistan yang didukung AS, mempertanyakan pengelolaan cadangan Bank Sentral Afghanistan oleh PBB. Dia mengatakan dana itu tidak dimaksudkan untuk bantuan kemanusiaan tetapi "untuk mendukung mata uang negara, membantu dalam kebijakan moneter dan mengelola neraca pembayaran negara."

Dia juga mempertanyakan legalitas perintah Biden. "Cadangan ini milik rakyat Afghanistan, bukan Taliban... Keputusan Biden sepihak dan tidak sesuai dengan hukum internasional," kata Farhadi. "Tidak ada negara lain di Bumi yang membuat keputusan penyitaan seperti itu tentang cadangan negara lain."

Pejabat Gedung Putih mengatakan tidak ada cara sederhana untuk membuat semua aset yang dibekukan tersedia dengan cepat untuk rakyat Afghanistan.

Korban 11 September dan keluarga mereka memiliki klaim hukum terhadap Taliban dan ada dana US$7 miliar dalam sistem perbankan AS. Pengadilan harus menandatangani sebelum pengeluaran uang bantuan kemanusiaan dan memutuskan apakah akan memanfaatkan dana beku untuk membayar klaim tersebut.

Secara keseluruhan, Afghanistan memiliki aset sekitar US$9 miliar di luar negeri, termasuk US$7 miliar di Amerika Serikat. Sisanya sebagian besar di Jerman, Uni Emirat Arab dan Swiss.

“Bagaimana dengan rakyat Afghanistan kita yang telah memberikan banyak pengorbanan dan ribuan korban jiwa?” tanya penyelenggara demonstrasi, Abdul Rahman, seorang aktivis masyarakat sipil.

Rahman mengatakan dia berencana untuk mengorganisir lebih banyak demonstrasi di seluruh ibu kota untuk memprotes perintah Biden. “Uang ini milik rakyat Afghanistan, bukan Amerika Serikat. Ini adalah hak warga Afghanistan,” katanya.

Spanduk yang salah eja dalam bahasa Inggris menuduh Amerika Serikat kejam dan mencuri uang orang Afghanistan.

Juru bicara politik Taliban, Mohammad Naeem, menuduh pemerintahan Biden dalam sebuah tweet pada Jumat (11/2) malam menunjukkan "tingkat kemanusiaan terendah ... dari sebuah negara dan bangsa."

Perintah Jumat Biden menghasilkan badai media sosial dengan Twitter mengatakan #USA_stole_money_from_afghan sedang tren di kalangan warga Afghanistan. Tweet berulang kali menunjukkan bahwa pembajak 9/11 adalah warga negara Arab Saudi, bukan Afghanistan.

Obaidullah Baheer, seorang dosen di Universitas Amerika di Afghanistan dan seorang aktivis sosial, mentweet: “Mari kita ingatkan dunia bahwa #AfghansDidntCommit911 dan #BidenStealingAfgMoney itu!”

Pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden, dibawa ke Afghanistan oleh panglima perang Afghanistan setelah diusir dari Sudan pada tahun 1996. Para panglima perang yang sama kemudian bersekutu dengan koalisi pimpinan AS untuk menggulingkan Taliban pada tahun 2001. Namun, itu adalah pemimpin Taliban Mullah Mohammad Omar yang menolak menyerahkan bin Laden ke AS setelah serangan 9/11 yang menghancurkan yang menewaskan ribuan orang.

Namun, beberapa analis turun ke Twitter untuk mempertanyakan perintah Biden. Michael Kugelman, wakil direktur Program Asia di Wilson Center yang berbasis di AS, menyebut perintah Biden untuk mengalihkan US$3,5 miliar dari Afghanistan "tidak berperasaan."

“Sangat bagus bahwa US$3,5 miliar dalam bantuan kemanusiaan baru untuk Afghanistan telah dibebaskan. Tetapi untuk mengambil US$3,5 miliar lagi yang menjadi milik rakyat Afghanistan, dan mengalihkannya ke tempat lain, itu sesat dan sejujurnya tidak berperasaan,” cuitnya.

Kugelman juga mengatakan oposisi terhadap perintah Biden melintasi kesenjangan politik yang luas di Afghanistan. "Saya tidak ingat kapan terakhir kali begitu banyak orang dari pandangan dunia yang sangat berbeda bersatu atas keputusan kebijakan AS di Afghanistan," tweetnya. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home