Loading...
SAINS
Penulis: Kartika Virgianti 11:32 WIB | Jumat, 15 November 2013

Basuki: Masak Melanggar HAM, Jika Pelajar Pembajak Bus Diberi Sanksi?

Tawuran pelajar. (Foto: dok. satuharapan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Kalau sudah ramai-ramai berebut bus apa bukan membajak bus namanya? Sebagai orangtua tidak terima, kalau kita suruh polisi langsung ambil tindakan hukum kasihan juga anaknya. Tapi, begitu kita kasih sanksi pindahkan sekolah saja, orangtuanya lapor ke Komnas HAM,” keluh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota (14/11).  

Pada 17 Oktober lalu seperti banyak diberitakan media massa, pelajar SMAN 46 Jakarta di Jakarta Selatan, 36 siswa, beramai-ramai menaiki bus yang kabarnya akan digunakan untuk tawuran. Menurut Basuki ini sudah melanggar hukum karena mengganggu ketertiban umum, terlebih banyak masyarakat termasuk penumpang bus tersebut merasa terusik keamanannya. Setelah kejadian tersebut, siswa-siswa ini di-drop out (DO) oleh sekolah mereka.

Dirinya pun menyetujui tindakan keras berupa DO tersebut supaya ada efek jera. Ahok berpendapat bahwa sebenarnya orangtua memang pasti berpesan yang baik-baik kepada si anak, misalnya kalau berantem jangan ikutan. Tetapi sayangnya, di sekolah pasti selalu ada anak satu dua atau lebih yang nakal, sehingga bisa saja mereka mengajak anak lain yang sebenarnya tidak nakal.

Bagaimanapun, dia mengakui kalau tidak ada pemecatan berupa DO tersebut, semua orang khususnya siswa berani melakukan berulang-ulang. “Makanya saya bilang ke Pak Taufik (Kadisdik DKI Jakarta), kalau sampai mereka lakukan lagi jangan kasih ampun, kriminalkan saja,”  tutur Ahok.

Dirinya mengaku geram terhadap orangtua yang melaporkan masalah ke Komnas Anak, karena menurut dia masalah ini juga harusnya ada faktor kesalahan orangtua yang tidak bisa mengawasi anaknya. “Kalau lapor ke Komnas Anak pertama kali boleh, tapi kalau lapor berulang-ulang, siswa seperti ini sudah bukan anak, tapi calon bajingan. Orangtuanya sampai SMS saya untuk protes, bilang saya kejam main pecat. Ya, Anda yang kejam tidak jagain anak,” katanya.  

Permasalahan lainnya dalam pendidikan di Jakarta, yaitu APBD sekolah yang memang terbatas. Banyak anak-anak yang miskin terpaksa sekolah di swasta yang jelek dan murah. Sementara sekolah negeri dipakai untuk orang yang sok-sokan (menyombongkan diri) menurut Ahok.

Kemudian, lanjutnya, orangtua masih terus membela misalnya kalau si anak tidak naik kelas, orangtua protes. Lalu dipindahkan ke sekolah lainpun orangtua masih protes. “Anak seperti itu tidak ada gunanya masuk di sekolah kita (sekolah di DKI), kecuali sekolah kita kekurangan murid, ini kelebihan murid,” ujar dia.  

Oleh karena itu dikatakan Ahok perlunya seleksi penerimaan murid baru, namun tidak dipungkiri, proses seleksi juga menggunakan subsidi dari APBD. “Guru-guru saja kita gaji sampai 7 triliun rupiah, kita habiskan hampir 29 persen APBD untuk pendidikan.”

“Jadi kalau pendidikan itu hanya untuk orang yang sok-sokan dan yang ingin berantem, jalan terakhirnya pecat saja (DO).” tandas Ahok.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home