Loading...
SAINS
Penulis: Kartika Virgianti 07:46 WIB | Sabtu, 07 September 2013

Bedah Buku: Budaya Dayak Menjaga Kelestarian Hutan

Bedah Buku: Budaya Dayak Menjaga Kelestarian Hutan
Para pembicara dalam prosesi bedah buku Warisan Teknologi Kampung Dayak Kaltim (ki-ka) Marischka Prudence (MC); DR. Yurnalis Ngayoh, MM (pembina dewan adat Dayak), Karlina Supeli (Penyunting buku), Darius P. Pasaribu (penggagas buku), Bambang Adya Yatmaka (penyusun buku). (foto: Kartika Virgianti)
Bedah Buku: Budaya Dayak Menjaga Kelestarian Hutan
Para pembicara acara (ki-ka) Hotdo Pasaribu (Vice President Manufacturing KPA), Darius P. Pasaribu, Karlina Supeli, Bambang Adya Yatmaka. (foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – PT. Kaltim Pasifik Amoniak (KPA) melihat potensi teknologi yang ada, inventarisasi dilakukan untuk menjadi pintu masuk bagi pengembangan produk hasil teknologi kampung masyarakat Dayak Kalimantan Timur (Kaltim). Maka digagaslah sebuah buku hasil inventarisasi tersebut yang diberi judul “Warisan Teknologi Kampung: Masyarakat dayak Kalimantan Timur”. Prosesi bedah buku diselenggarakan di Wisma Energi, SCBD, Jakarta Selatan (5/9).

Sebagai perusahaan yang beroperasi di Bontang, Kalimantan Timur, KPA berkomitmen untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat di sekitar perusahaan, juga kepada Indonesia secara luas.

Para pembahas buku ini antara lain DR. Yurnalis Ngayoh selaku Ketua Dewan Adat Dayak Kalimantan Timur, Karlina Supeli merupakan filsuf dan astronom perempuan pertama di Indonesia dan aktif dalam kegiatan kemanusiaan serta penyunting buku, Darius P. Pasaribu selaku penggagas utama buku dan mantan Vice President Manufacturing KPA, Bambang Adya Yatmaka salah satu penyusun buku serta seorang desainer dan pekerja seni budaya yang turun langsung ke lapangan untuk menginventaris teknologi yang ada di kaltim.

Para pembicara yaitu Darius Pasaribu, Karlina Supeli dan Bambang Adya Yatmaka yang akrab dipanggil Yayat, mereka merupakan satu almamater dari ITB.

“Latar belakang inventarisasi ingin membandingkan teknologi kampung yang diinventarisasikan dengan teknologi yang sedang dilakukan di banyak industri di mana bahan bakunya kebanyakan hasil impor. Waktu itu  sedang hangat-hangatnya produk-produk dari Indonesia sedang diklaim oleh negara lain. Maka suatu produk sudah seharusnya perlu dipatenkan dan dibuat licence-nya, tapi tahap awalnya adalah mendokumentasikan,” ungkap Darius pada awal prosesi bedah buku.

Yayat, salah satu penyusun buku yang turun ke lapangan untuk menginventarisasi, menceritakan pengalamannya saat masih bekerja di Kalimantan tengah pada sekitar tahun 1989, ia masih bisa melihat hutan. Akan tetapi sungai yang ia lalui memakan waktu 3 hari karena tertutup oleh berbalok-balok kayu gelonggongan, maupun kayu hasil sitaan.

Pengrusakan hutan Kalimantan sudah berlangsung lama. Ia prihatin jika hutan hilang maka kekayaan alam dan pengetahuan juga akan hilang dalam 20 atau 30 tahun kemudian.

Yurnalis Ngayoh yang termasuk salah satu dari suku Dayak merasa sangat bahagia dengan dibuatnya buku ini. Ia dalam bertugas juga melihat pengrusakan hutan yang terjadi, tapi karena keterbatasannya terutama dalam anggaran, tapi saat KPA datang ia merasa terbantu.

Ia mengatakan orang berladang, membuat rumah, dan membuat hal lainnya ada teknologinya. Ia juga menceritakan pernah ada penambang emas yang minta bantuan, tapi setelah mendapatkan hasil tambang mereka lupa pada masyarakat setempat dan tidak mau mengadakan upacara tertentu (semacam selamatan) untuk masyarakat yang tanahnya digunakan untuk pertambangan, penambang emas tersebut mengatakan itu adalah risiko pekerjaan mereka. Besoknya mereka mati di kamar hotel dan mayatnya harus dipikul untuk menuju kota. Ia mengungkapkan bahwa hal-hal yang melanggar ketentuan adat akan mendapat tulah.

Dalam buku ini, Yurnalis menambahkan bahwa teknologi yang didokumentasikan sudah mengikuti prosedur sesuai dengan ketentuan adat, jadi tidak mendapat tulah.

Darius menjelaskan pada bab 1 buku bercerita tentang budaya Dayak, bab 2 tentang kearifan lokal, bab 3 tentang potensi teknologi yang hebat, dan bab 4 tentang jeritan mahakam, jadi buku ini sebenarnya masih menggunakan pendekatan kebudayaan.

Menurut Kalina pemilahan antara teknologi dan budaya tidak tepat, banyak perdebatan saat penyusunan buku ini. Teknologi merupakan bagian dari budaya. Dalam buku ini teknologi adalah cara berpikir, cara bertindak, cara menangani alat, dan cara hidup. Bagaimana orang Dayak menentukan kapan rumahnya mulai boleh dibangun, lalu teknik membangunnya bagaimana, tetapi dibarengi dengan mendengarkan alam, ini semua dilakukan secara berkesinambungan. Ia menambahkan ini semua merupakan bagian dari ilmu kosmologi.

Hidup masyarakat Dayak tidak bisa dilepaskan dari hutan, karena sumber teknologi, sumber pengetahuan semuanya ada di situ. Maka karlina menyimpulkan buku ini adalah kebudayaan yang fokus pada teknologi.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home