Belajar dari Yusuf Orang Nazaret

SATU HARAPAN.COM – Mulanya semua serbaindah. Yusuf dan Maria telah mengikatkan diri dalam ikatan pertunangan. Mereka berdua sedang menyiapkan bahtera keluarga mereka.

Nah, di tengah suasana serbaindah itu, Maria mengandung sebelum mereka berdua hidup sebagai suami istri. Ini jelas merupakan masalah. Mereka belum hidup sebagai suami istri, tetapi Maria telah mengandung.

Menjadi Persoalan karena Yusuf tahu dengan pasti, mereka belum pernah bersetubuh. Lalu, siapakah ayah bayi tersebut? Apakah yang seharusnya dilakukan Yusuf?

Menghadapi persoalan ini, Penginjil Matius menulis: ”Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.” (Mat. 1:19).

Yusuf, tungangan Maria, ternyata merupakan pribadi yang tak suka mencari kambing hitam. Dia juga tak ingin menang sendiri. Dia berupaya hidup berdamai orang lain, meski menyakitkan hatinya. Dia memilih sakit, ketimbang menyakiti orang yang dikasihinya.

Dengan ikhlas, Yusuf memutuskan pertunangannya dengan Maria secara diam-diam. Dia tidak mau ribut, juga tidak menyalahkan tunangannya. Dia ingin melukai hati Maria.

Yusuf tidak merasa perlu membalas dendam. Dia juga tak ingin membuat sensasi dan mengharap belas kasihan orang. Agaknya, Yusuf telah berdamai dengan dirinya sendiri.

Menarik disimak, kepada pribadi demikianlah, malaikat Allah menyingkapkan visi-Nya (Yes. 7:14). Saya tidak tahu apakah Yusuf mengenal nubuat Yesaya ini. Tetapi, saya rasa nubuat itu tak penting lagi karena malaikat Allah sendirilah yang bicara melalui mimpi. Dan visi itulah yang membuat Yusuf mengurungkan niatnya. Bahkan, dia makin mantap menjalankan tugas sebagai Bapak Hukum bagi Yesus. Dan karena itulah, Sang Anak nantinya akan bergelar ”Anak Daud”.

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com