Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 18:01 WIB | Kamis, 15 September 2016

BNPT Nilai Orang Mudah Terdoktrin Paham Radikal Karena Medsos

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius. (Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius  menyebutkan banyak penyebab orang mau menjadi Foreign Terrorist Fighter (FTF) ke Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Selain karena masalah ekonomi, Suhardi menilai orang mudah terdoktrin paham radikal lantaran mayoritas masyarakat saat ini menghabiskan waktunya di sosial media.

Menurutnya cara baru para jaringan teroris dalam merekrut anggotanya yakni melalui internet yakni Sosial Media.

Dari hasil survei negara asing yang dikutip olehnya, setiap orang menghabiskan waktu 181 menit menggunakan smartphone.

Suhardi mengatakan tidak ada pengawasan yang dapat mengontrol situs apa yang dibuka. Padahal hingga kini masih banyak website berkonten radikal yang mudah dibuka oleh semua orang.

Disitulah kemudian doktrin dimulai secara otomatis sehingga mengubah pemahaman mereka tentang teroris.

“Itu besar sekali potensi timbul teroris baru. Di Sumut misalnya itu tumbuh melalui sel media. Peran media sangat signifikan dalam hal ini. Karena survei 181 menit orang habiskan waktunya di smartphone dan 134 menit dihabiskan di TV kemudian di 2015 ada 139 juta pengguna internet di Indonesia,” kata Suhardi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Kamis (15/9).

Tak hanya itu saja, kata Suhardi, BNPT juga menyoroti bahwa banyaknya ajaran radikal yang merasuk ke sekolah-sekolah bahkan sampai ke tingkat paling muda yakni PAUD.

“Banyak generasi muda yang sudah diajarkan untuk membenci Indonesia. Hal ini lah yang kemudian dimanfaatkan oleh para FTF dan jaringannya untuk menambah anggota baru untuk menjadi pelaku teroris,” kata dia.

‪Dia mengatakan banyak juga perekrutan di dalam lapas. Suhardi mengatakan hal itu bukan lagi kabar baru. Sebab sudah diketahui bahwa lapas bukan tempat yang steril untuk radikalisasi. Justru jadi tempat penyemaian para teroris. Atas dasar itu dia juga setuju bila lapas narapidana teroris dipisah dari narapidana umum dan narkoba.

‪”Ketika mereka tidak mampu kuasasi doktrin dia mau. Ada pendekatan kemauan. Mungkin langkah menkopolhukam untuk pisahkan narapidana teroris dan narkoba bagus juga sebab penanganan teroris subur di penjara," kata dia.

Atas dasar itu, BNPT pun dikatakannya sudah merangkul sedikitnya 17 kementerian dan lembaga sebab menurutnya penanggulangan teroris bukan tugas BNPT sendiri.

“Ini tugas kita semua di segala sisi. Ada peranan mendikbud yang diperlukan. Kita BNPT memang belum maksimal karena kita jadi leading sector pada semua kementerian. Makanya saya minta tunjuk eselon 2 di setiap kementrian yang menghubungkan langsung ke kami,” kata dia.

Selain itu Suhardi  menyebutkan setidaknya terdapat 531 orang Indonesia yang bergabung sebagai FTF ke ISIS. FTF merupakan orang yang sengaja ke luar negeri untuk bergabung bersama jaringan teroris Internasional dan kembali ke Indonesia sebagai pelaku penyebaran paham radikalisme.

“Keberadaan FTF menjadi hal yang berbahaya mengingat bisa mendoktrin orang yang semula tak punya pemahaman matang soal agama menjadi pelaku teroris,” kata dia.

‪Dalam catatan BNPT, kata Suhardi, sebanyak 69 orang Indonesia juga tewas di Suriah saat bergabung bersama ISIS menjadi FTF. Sedangkan sampai saat ini baru 302 orang yang sudah dideportasi sehingga masih banyak FTF Indonesia yang berada di Syria.

Menurutnya sulit untuk meminta para FTF kembali ke Indonesia mengingat kepergiannya ke negara Timur Tengah menjadi kepentingan individu yang tidak terdeteksi sebelumnya. Sehingga Pemerintah tidak tahu atas kepentingan apa orang-orang pergi ke Syria.

“Kita kesulitan karena pengaturan FTF belum diatur dalam UU.  Orang berangkat kesana jadi mujahid,” kata dia.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home