Loading...
INDONESIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 23:30 WIB | Senin, 29 Agustus 2016

Damayanti Sampaikan Terima Kasih Diberikan "Justice Collaborator"

Ilustrasi. Damayanti Wisnu Putranti. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Anggota Komisi V DPR RI dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti mengucapkan terima kasih karena mendapatkan status justice collaborator (JC) atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap perbuatan pidana.

"Saya cuma mau mengucapkan terima kasih saja karena JC saya sudah di-acc, apa yang saya lakukan berarti dihargai oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum), pimpinan KPK, para penyidik. Terima kasih atas semuanya, kerja samanya, saya sangat dihargai selama ini terima kasih kepada pimpinan KPK," kata Damayanti dengan mata berkaca-kaca usai mendengarkan sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, hari Senin (29/8).

Damayanti dituntut enam tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan karena menerima suap 732 ribu dolar Singapura dan Rp 1 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.

Pemberian suap itu dilakukan agar Damayanti mengusulkan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu dan menggerakan rekannya sesama anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto agar mengusulkan kegiatan pekerjaan rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara sebagai usulan "program aspirasi" anggota Komisi V DPR.

Usual itu didorong sehingga masuk ke dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Kementerian PUPR 2016 dan nantinya akan dikerjakan perusahaan milik Abdul Khoir.

Damayanti mendapatkan status JC berdasarkan surat keputusan Pimpinan KPK No Kep-911/01-55/08/2016 tanggal 19 Agustus 2016 karena dinilai telah memberikan keterangan dan bukti-bukti signifikan sehingga penyidik dan penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana secara efektif dan mengungkap pelaku lain dalam perkara itu.

Status justice collaborator tersebut diajukan oleh Damayanti pada 24 Januari 2016.

"Berdasarkan surat permohonan terdakwa tanggal 24 Januari 2016, yang menyatakan bahwa terdakwa kooperatif, telah membantu untuk memberikan informasi dalam tindak pidana lain sesuai yang terdakwa ketahui, terdakwa sangat menyesali perbuatan yang dilakukan sebagai anggota DPR RI, terdakwa sudah mengembalikan semua uang fee kepada penyidik KPK. Selama proses hukum penyidikan dan penuntutan terdakwa telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan atau penuntut umum dapat mengungkap pelaku lainnya yaitu Budi Supriyanto selaku anggota DPR RI Komisi V dan Amran Hi Mustary selaku Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara," tambah anggota jaksa Tri Anggoro Mukti.

Selain itu, jaksa juga menilai bahwa Damayanti bukan orang yang punya motivasi untuk mencari program aspirasi.

"Meski terdakwa sebagai pelaku utama tapi dalam persidangan terungkap bahwa terdakwa bukan yang orang memiliki motivasi untuk mencari jatah program aspirasi tersebut dengan demikian hal tersebut dapat dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan dan kepada terdakwa akan diberikan hak-haknya sebagai justice collaborator," ungkap jaksa Tri.

Namun jaksa KPK masih menuntut hukuman tambahan yaitu pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak Damayanti selesai menjalani pidana-pidana pokoknya.

Hal itu dituntut karena kedudukan kedudukan Damayanti sebagai anggota DPR yang dipilih langsung oleh rakyat di daerah pemilihannya sehingga menjadi harapan secara politis dapat meningkatkan kesejahteraan masyakarat. Selain itu Damayanti sebagai anggota DPR juga punya jabatan strategis dan mempunyai fungsi budgeting, legislasi, serta fungsi lainnya yaitu menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat yang diharapkan dapat menerapkan prinsip good governance.

"Namun perbuatan terdakwa sudah mencederai kepercayaan publik yang diberikan kepadanya dan pada saat yang bersamaan semakin memperbesar public distrust kepada lembaga legislatif. Untuk menghindarkan DPR dari kemungkinan dijabat oleh orang yang pernah dijatuhi hukuman akibat melakukan tindak pidana korupsi maka terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu yaitu pencabutan hak untuk dipilih," kata jaksa Arin Karniasari.

Terhadap pidana tambahan itu, Damayanti menolak berkomentar.

"Saya mau menjadi ibu dari anak-anak saya saja," kata Damayanti singkat yang didampingi oleh anak-anaknya saat sidang.

Atas tuntutan tersebut, Damayanti akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 7 September 2016.

Terkait perkara ini Dessy dan Uwi juga sudah dituntut masing-masing empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan sedangkan Abdul Khoir sudah divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan. (Ant)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home