Loading...
INDONESIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 11:13 WIB | Jumat, 24 Juni 2016

Dirut Agung Podomoro Didakwa Suap Sanusi Rp 2 Miliar

Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan pegawainya Trinanda Prihantoro didakwa menyuap anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi sebesar Rp 2 miliar terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

"Terdakwa Ariesman Widjaja selaku Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) bersama-sama dengan Personal Assistant to President Director PT APL Trinanda Prihantoro memberi uang tunai sejumlah Rp 2 miliar secara bertahap masing-masing sejumlah Rp 1 miliar kepada anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ali Fikri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, hari Kamis (23/6).

Tujuan pemberian tersebut adalah agar Sanusi mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) serta mengakomodasi pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muawa Wisesa Samudra (MWS) agar punya legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan reklamasi Pantura Jakarta.

Izin Pelaksanaan Reklamasi sudah dikeluarkan sejak zaman Gubernur Fauzi Bowo pada 2010 yaitu Pulau 2A kepada PT Kapuk Naga Indah (KPI), dilanjutkan penerbitan Persetujuan Prinsip pulau A, B, C dan D kepada PT KPI; Izin Pelaksanaan Pulau 1 dan Pulau 2B kepada PT KPI; Pulau G kepada PT MWS; Pulau I kepada PT Jaladri Kartika Pakci; dan Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo bekerja sama dengan PT Agung Dinamika Persada. Izin pun diperpanjang pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2014-2015.

PT KPI adalah anak perusahaan Agung Sedayu Group dan PT MWS, PT Agung Dinamika Perkasa dan PT Jaladri Kartika Pakci sebagian besar sahamnya dmiliki PT APL.

PT MWS mulai melaksanakan reklamasi dengan membuat pulau G pada pertengahan 2015.

Ahok pada 16 November 2016 mengirimkan usulan kepada DPRD DKI mengenai Raperda RTRKSP yang mengatur tentang tata ruang bagi areal reklamasi dari barat sampai timur Pantura Jakarta.

"Terdakwa secara khusus menugaskan Trinanda Prihantoro untuk mengompilasi masukan dari beberapa pengembang reklamasi antara lain PT MWS dan mengikuti perkembangan proses pembahasannya di DPRD untuk memastikan semua hal yang akan disepakati dalam raperda itu dapat diterima oleh terdakwa," tambah jaksa Ali.

Kue dan Keranjang

Pada awal Desember 2015, terjadi pertemuan dari Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta sejumlah pengusaha yang dihadiri Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta merangkap Ketua Balegda Mohamad Taufik, anggota Balegda Mohamad Sanusi, Ketua DPRD Prasetyo Edy Marsudi, anggota Balegda Mohamad Sangaji alias Ongen Sangaji dan Ketua fraksi PKS Selamat Nurdin dengan pendiri Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma dan Ariesman untuk membahas percepatan pengesahan Raperda RTRKSP.

Sehingga pada akhir Januari 2016, Trinanda berkoordinasi dengan Sanusi agar memasukkan kepentingan PT APL yaitu pada pasal 116 ayat (6) mengenai kewajiban pengembang yang terdiri dari (a) kewajiban, (b) kontribusi, (c) tambahan kontribusi; dan pasal 116 ayat (11) mengenai tambahan kontribusi dihitung sebesar 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) total lahan yang dapat dijual tahun tambahan kontribusi tersebut dikenakan.

Ariesman masih berkoordinasi dengan Mohamad Sanusi, Aguan dan anak Aguan Richard Haliem Kusuma alias Yung Yung pada Februari 2016 di kantor Agung Sedayu Harco Glodok Mangga Dua agar Sanusi menyelesaikan pekerjaannya terkait Raperda RTRKSP.

Sanusi dan beberapa anggota Balegda DPRD pada rapat pembahasan Raperda RTRKSP 15 Februari 2016 menyatakan agar tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual tidak dicantumkan dalam Raperda karena dapat memberatkan para pengembang. Hal yang sama kembali diulangi oleh Sanusi pada rapat 16 Februari 2016.

Terhadap masukan Balegda DPRD itu, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tuty Kusumawati dan Asisten Daerah Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Daerah DKI Jakarta Gamal Sinurat melaporkan ke Ahok.

"Atas laporan tersebut Basuki Tjahaja Purnama menyetujui tambahan kontribusi sebesar 15 persen akan diatur selengkapnya dalam Pergub," ungkap jaksa.

Setelah pemerintah provinsi menyerahkan konsep Raperda ke DPRD pada 22 Februari 2016 dan menyatakan bahwa tambahan kontribusi 15 persen dari NJOP total lahan yang dapat dijual tidak lagi dicantumkan namun diatur lebih lanjut dari Pergub.

Pada 1 Maret kembali diadakan pertemuan di kantor Agung Sedayu Group antara Aguan, Richard Haliem Kusuma dan Sanusi yang membahas permintaan Ariesman yaitu agar kontribusi 15 persen dari NJJOP dihilangkan, namun dijawab Sanusi hal tersebut tidak bisa dihilangkan namun diatur dalam Pergub.

"Pada 3 Maret 2016 di Avenur Kemang Village Jakarta Selatan, terdakwa bertemu dengan Mohamad Sanusi. Dalam pertemuan tersebut terdakwa menyatakan bahwa kontribusi tambahan sebesar 15 persen terlalu berat bagi perusahaannya dan menjanjikan akan memberi uang sejumlah Rp 2,5 miliar kepada Sanusi jika pasal tambahan kontribusi dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi karena terdakwa khawatir jika tanpa ada penjelasan maka nilai tambahan kontribusi tidak jelas. Atas permintaan tersebut, Mohamad Sanusi menyetujuinya," ungkap jaksa Ali.

Atas kekhawatiran Ariesman, Sanusi mengubah rumusan penjelasan pasal 110 ayat (5) huruf c yang semula "cukup jelas" menjadi "tambahan kontribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengonversi dari kontribusi (yang lima persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara gubernur dan pengembang" dengan cara Sanusi menyerahkan kertas berisi tulisan tangannya mengenai perubahan tersebut kepada Kepala Bagian Perundang-undangan Sekretariat Dewan (Setwan) Heru Wiyanto.

Ahok saat membaca kertas itu pada 8 Maret 2016 menyatakan penolakan dan kemudian menuliskan disposisi "Gila kalau seperti ini bisa pidana korupsi" selanjutnya memerintahkan Saefullah untuk menyerahkan disposisi ke Mohamad Taufik.

Saat Taufik membaca disposisi Ahok, ia meminta Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Raperda DPRD Dameria Hutagalung mengubah penjelasan pasal 110 ayat 5 huruf (c) berbunyi "cukup jelas" menjadi ketentuan pasal 111 ayat (5) huruf c dengan kalimat penjelasan "yang dimaksud dengan kewajiban tambahan kontribusi adalah kewajiban yang disepakati dalam perjanjian kerja sama antara Pemda dan Pemegang Izin Reklamasi dalam rangka penataan kembali daratan Jakarta terkait dengan pelaksanaan konversi kewajiban konstruksi" dan menyampaikannya kepada Sanusi.

Trinanda pada 11 Maret menghubungi Sanusi melalui telepon dan memberitahukan bahwa Taufik, Ahok serta Saefullah sudah membahas yaitu nilai kontribusi tetap lima persen dalam bentuk tanah, tambahan kontribusi adalah 15 persen dari NJOP kontribusi yang lima persen, bukan dari NJOP keseluruhan tanah yang dijual.

Sanusi bahkan kembali meyakinkan Trinanda bahwa Raperda sudah mengakomodasi kepentingan Ariesman pada 16 Maret 2016 melalui pembicaraan telepon.

Sehingga pada 28 Maret 2016 Sanusi memerintahkan staf pribadinya Gerry Prastia untuk meminta uang kepada Ariesman melalui Trinanda.

Ariesman lalu menyiapkan uang Rp 1 miliar dan diserahkan ke Trinanda, kemudian Trinanda menyerahkan kepada Gerry untuk disampaikan ke Sanusi. Gerry memberikannya kepada Sanusi di SPBU Pertamina Jalan Panjang Jakarta.

Pada 30 Maret 2016, Sanusi kembali memerintahkan kepada Gerry untuk kembali meminta uang kepada Ariesman sehingga Gerry pun mengirim pesan singkat kepada Trinanda. Permintaan itu akhirnya disetujui pada 31 Maret 2016 dengan jawaban Trinanda kepada Gerry melalui pesan singkat: "mas kl mo ambil kue jgn lupa bawa keranjangnya ya".

Rp 1 miliar

Ariesman kemudian mempersiapkan uang Rp 1 miliar dan diserahkan ke Trinanda untuk diberikan ke Gerry. Gerry menyerahkan uang Rp 1 miliar itu di Cafe Kopi Luwak kawasan Central Park Jakarta Barat. Pada pertemuan itu, Trinanda menanyakan mengenai perkembangan pembahasan draft Raperda namun Gerry tidak mengetahuinya.

Setelah Gerry menerima Rp 1 miliar, ia menemui Sanusi di FX Mall Senayan. Sanusi menggunakan mobil Jaguar warna hitam B 123 RX. Gerry menyerahkannya di dalam mobil.

"Selanjutnya ketika mobil Jaguar keluar dari FX Mall tepatnya di depan pintu masuk menuju Hotel Atlet Century petugas KPK menghentikan mobil tersebut dan menyita satu tas ransel hitam berisi uang Rp 1 miliar dengan pecahan Rp 100.000 sebanyak 10.000 lembar," jelas jaksa.

Pada pukul 19.00 WIB, Trinanda juga ditangkap petugas KPK sedangkan keesokan harinya yaitu 1 April 2016, Ariesman menyerahkan diri ke kantor KPK.

Atas perbuatan tersebut, Ariesman dan Trinanda didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.

Terhadap dakwaan tersebut, para terdakwa tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). Sidang pemeriksaan saksi dilanjutkan pada 30 Juni 2016. (Ant)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home