Loading...
HAM
Penulis: Martahan Lumban Gaol 20:39 WIB | Selasa, 02 Desember 2014

DPR: Jangan Ada Abuse of Power dalam Penegakan HAM

Pollycarpus Budihari Prijanto. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi III DPR mengingatkan akan adanya indikasi abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) oleh pemerintah atas pembebasan bersyarat Pollycarpus Budihari Prijanto. Oleh karena itu, pemerintah diharap untuk segera menjelaskan kepada DPR terkait pemberian status pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib tersebut.

"Jangan sampai terjadi abuse of power dalam penegakan HAM. Pemerintah harus menjelaskan agar jangan sampai ada spekulasi liar soal pembebasan Pollycarpus," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny Kabur Harman, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (2/12).

Selain indikasi abuse of power, Benny mengatakan, spekulasi liar lainnya yang berkembang antara lain dugaan intervensi tim sukses Joko Widodo, yakni Mantan Ketua Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono. Karena, Pollycarpus yang merupakan pilot Maskapai Garuda Indonesia itu diketahui memiliki hubungan dengan BIN dalam pembunuhan Munir.

Politisi Demokrat itu mengakui pembebasan bersyarat adalah hak pemerintah. Namun, dia menyayangkan pembebasan bersyarat diberikan kepada Pollycarpus yang dinilainya sebagai pembunuh kejam. "Kenapa fasilitas khusus itu diberikan kepada Pollycarpus, pembunuh lain lebih ringan tidak dikasih, itu saja pertanyaannya," tutur dia.

Usut Kasus HAM

Sementara itu Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan, Trimedya Pandjaitan, memastikan langkah pemerintah membebaskan bersyarat Pollycarpus memiliki dasar yang kuat. "Hukum positif bisa saja sudah terpenuhi. Divonis 14 tahun, dijalani 2/3. Bisa saja setahun dapat remisi jadi masa hukuman bisa pendek," kata dia.

Soal kepatutan pemberian pembebasan bersyarat, Trimedya mengatakan publik belum yakin bahwa Pollycarpus adalah pembunuh Munir. "Istri dari Munir juga masih menuntut siapa pembunuh suaminya," kata Trimedya.

Meski begitu, Trimedya mendukung pengusutan tuntas kasus HAM itu dengan menjadikan kasus Munir sebagai hutang perkara. Pintu masuk paling mudah dalam upaya penuntasan kasus itu, menurut dia, adalah dengan membentuk peradilan HAM ad hoc.

"Persoalannya kan ini (diproses, Red) di kejaksaan. Dengan peradilan ad hoc tidak ada alasan kejaksaan mengusut pelanggaran HAM," kata dia. Peradilan itu telah direkomendasikan oleh DPR periode sebelumnya.

Dengan melihat visi dan misi Jokowi soal penegakan HAM, Trimedya optimistis pada tahun depan kasus-kasus HAM sudah mulai dicicil penuntasannya melalui peradilan ad hoc itu. "Dalam 5 tahun ke depan harus sudah kelihatan hasilnya. Kalau tidak, akan sulit bagi Jokowi terpilih lagi pada 2019," tutur dia.

Munir dibunuh di era Presiden Megawati Soekarnoputri, tepatnya pada tanggal 7 September 2014. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Pollycarpus bersalah dan memvonis 14 tahun penjara. Namun, baru delapan tahun menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung, Pollycarpus dinyatakan bebas bersyarat dan bisa menghirup udara bebas pada  28 November 2014.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home