Loading...
SAINS
Penulis: Ignatius Dwiana 18:20 WIB | Selasa, 29 Oktober 2013

Film Dokumenter Diajukan Sebagai Fakta di Persidangan Swastanisasi Air

Air yang diminum dari botol. (Sumber Wikipedia)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Air adalah hak konstitusional dan hak azasi manusia. Undang-Undang Dasar pasal 33 menyebutkan bahwa bumi, air, dan di bawahnya harus dikelola negara untuk kemakmuran rakyat. Undang-Undang Sumber Daya Air juga mengatur pemanfaatan atas air. Di dalam hak azasi manusia, hak atas air termuat di dalam Deklarasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal ini disampaikan Arif Maulana dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang mewakili penggugat usai sidang perdata soal swastanisasi air ketika diwawancara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (29/10).

Dalam persidangan ini para penggugat menampilkan beberapa film dokumenter investigasi tentang dampak swastanisasi air di Jakarta yang sudah disiarkan di beberapa TV nasional. Film itu menceritakan bahwa implementasi swastanisasi air justru menyebabkan masyarakat dirugikan karena sulit mengakses air. Hak masyarakat atas air dilanggar.

“Air menjadi sangat mahal. Masyarakat miskin tidak bisa menjangkau. Pengelolaannya pun buruk, akhirnya jangkauannya hanya terbatas. Manggarai aja, kualitas air tekanannya rendah, airnya bisa diakses malam hari. Kualitas airnya keruh dan tidak layak minum. Padahal ini adalah air minum.” kata Arif Maulana.

Sulitnya warga mengakses air bersih mengakibatkan mereka harus memenuhi kebutuhan airnya sendiri dengan cara membeli air jerigen.

Tayangan film itu di persidangan itu ingin menunjukkan fakta di lapangan kepada majelis hakim akibat kebijakan implementasi swastanisasi air di Jakarta. Sejak air dikelola swasta, masyarakat miskin tidak memperoleh layanan air dan tidak ada peran negara. Sementara swasta itu meraup keuntungan.

Pemerintah DKI Jakarta memahami bahwa pengelolaan air di Jakarta telah salah urus sejak jaman Orde Baru. Wakil Gubernur DKI mengakui itu dan tidak mengelak dengan tuntutan warga. Harapannya tayangan film di persidangan itu membuat majelis hakim yang diketuai Nawawi bisa memahami situasinya.

Proses Persidangan

Hasil persidangan pada pada Selasa (29/10) adalah penggugat menyerahkan 94 bukti surat swastanisasi air di Jakarta. Di tahap persidangan ini penggugat akan membuktikan pelanggaran hak atas air yang selama ini terjadi karena privatisasi pengelolaan sumber daya air oleh Palyja dan Aetra.

“Kami berharap hakim mempelajari lebih seksama bukti-bukti yang sudah kami sampaikan,” kata Arif Maulana.

Persidangan pertama masuk gugatan bulan November 2012. Pembacaan gugatan pada 17 April 2013.  Sidang sudah hampir berjalan setahun. Diperkirakan Arif Maulana sampai dengan dengan November Desember sepertinya masih pembuktian surat dan tahun 2014 baru diajukan para saksi ahli.

Persidangan ini merupakan gugatan warga negara atas pelanggaran hak akan air. Diwakili beragam masyarakat yang ada di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat, serta Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ).

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home