Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 14:47 WIB | Senin, 14 Maret 2016

Gali Lubang Tutup Lubang Pengemudi Taksi

Sopir taksi, bajaj dan Kopaja ketika menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur DKI Jakarta Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, hari Senin (14/3). (Foto: Diah A.R)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ribuan pengunjuk rasa yang terdiri atas sopir taksi, sopir kopaja, dan bajaj membuka awal pekan ini dengan menggelar aksi di depan Kantor Gubernur DKI Jakarta Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Mereka tampak bersemangat menyerukan tuntutan mereka kepada orang yang mereka sebut sebagai wakil rakyat.

Selain menyerukan tuntutan, mereka juga berharap ada tindakan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait transportasi berbasis online yang mulai mengancam roda kehidupan mereka sebagai sopir taksi.

Widodo (47), yang berprofesi sebagai salah satu sopir taksi berlambang huruf E, dengan nada bersemangat meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk mendengarkan aspirasinya sebagai rakyat kecil.

“Selama ada Uber dan Grabcar itu pengemudi-pengemudi taksi ini penghasilannya berkurang sekali, bahkan sampai 80-90 persen. Kita tidak bisa setoran, karena untuk makan saja kita sampai pinjem sana sini, untuk menutupi setoran nggak bisa apalagi untuk setoran. Buat makan di rumah juga nggak cukup,” kata dia di Balai Kota DKI Jakarta, hari Senin (14/3).

Dalam satu hari, lanjut dia, perusahaan tempatnya bekerja telah menetapkan setoran uang sebesar Rp 300.000 hingga Rp 350.000. Jika dia tak bisa memenuhi target tersebut, pihak perusahaan mencatat statusnya sebagai “kurang setoran” atau otomatis utang kepada perusahaan. Padahal, kata dia, dalam satu hari dia hanya berhasil mengumpulkan kurang lebih Rp 200.000 saja.

“Kita otomatis mengurangi setoran itu. Jadi istilahnya KS. Kurang setoran, otomatis kita utang sama perusahaan. Sedangkan perusahaan nggak mau tahu (kondisi lapangan). Istilahnya setoran kurang terus.”

Presiden Salahi Aturan

Widodo, yang bertempat tinggal di Cibitung itu berpendapat, pihak pemerintah pusat maupun daerah menyalahi aturan. Sebenarnya dia sangat mengapresiasi langkah yang pernah diambil oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan beberapa waktu yang lalu dengan membekukan izin operasi transportasi berbasis online.

Namun, ketika Presiden RI Joko Widodo meminta Jonan untuk meralat surat imbauan tersebut, Widodo kecewa. Menurutnya, Presiden menyalahi prosedur dan undang-undang.

“Ya, sebetulnya itu menyalahi prosedur, menyalahi undang-undang. Sedangkan dia sendiri (punya tujuan) untuk merapikan angkutan, tapi kenapa angkutan resmi malah disingkirkan? Ya, secara tidak langsung (kami) disingkirkan dan angkutan yang ilegal justru sekarang merajalela,” kata dia.

Dia berharap pemerintah segera merealisasi pencabutan izin transportasi berbasis online tersebut agar pendapatan para sopir taksi meningkat dan dapat membiayai kebutuhan sehari-hari.

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home