Loading...
BUDAYA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 20:03 WIB | Kamis, 10 Oktober 2013

Gubernur DIY Dukung Wamendikbud: Kebudayaan Sebagai Panglima

Gubernur DIY Dukung Wamendikbud: Kebudayaan Sebagai Panglima
Kongres Kebudayaan Indonesia diselenggarakan di Yogyakarta. (foto: setkab.go.id)
Gubernur DIY Dukung Wamendikbud: Kebudayaan Sebagai Panglima

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X mendukung usulan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Wiendu Nuryatin menjadikan kebudayaan sebagai panglima yang tidak lagi mengukur pembangunan dilihat dari sektor ekonomi dan politik saja.

Dalam pidatonya di Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta, Rabu (9/10), Sri Sultan menyatakan bahwa revitalisasi budaya merupakan elemen penting untuk mengawali kebangkitan peradaban yang saat ini diserang oleh kepentingan uang. Untuk itu, budaya harus menjadi senjata ampuh untuk mengawali kebangkitan tersebut.

"Kalau dulu politik dan ekonomi pernah dijadikan panglima, dan sekarang di era reformasi ini justru uang yang menjadi panglima, ada baiknya kini kebudayaan dijadikan panglima," tegas Sri Sultan Hamengku Buwono X. Ia juga menambahkan bahwa untuk mengawali revitalisasi budaya, maka inventarisasi dan penggalian kembali budaya tradisi Nusantara harus segera dilakukan.

Menurut Sultan, kebudayaan memiliki empat peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertama, kebudayaan sebagai pengikat cita-cita, kebersamaan dan rasa kebangsaan. Kedua, memberi arah dan muatan pendidikan. Ketiga, sebagai media diplomasi dan keempat dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Menurut Sri Sultan HB X ancaman terhadap keberadaan warisan budaya semakin mengkhawatirkan. Menurutnya, pembangunan dan moderenisasi adalah penyebab utama terancamnya eksistensi warisan budaya. “Paradigma pembangunan yang pro kapital dan berorientasi ekonomi telah menempatkan aspek budaya pada posisi marjinal, utamanya di kawasan perkotaan,” ungkap Sri Sultan HB X.

Ia menyarankan bahwa perlunya mengadaptasi produk global dengan karakter lokal atau glokalisasi. Hal itu dapat menjadi strategi untuk memberikan kritik terhadap konsep perdagangan bebas neoklasik yang tidak lagi mengkhususkan sebuah negara dalam suatu produk yang sesuai dengan potensinya.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya bahwa Kongres Kebudayaan Indonesia yang berlangsung dari tanggal 8-11 Oktober 2013 ini diikuti oleh 700 peserta dari berbagai macam kalangan. Masalah-masalah yang dibahas diantaranya adalah Multikultural dalam pluralisme, warisan dan pewarisan budaya, kerjasama dalam pengelolaan kebudayaan, diplomasi kebudayaan dan sumber daya kebudayaan. (setkab.go.id)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home