Gunung Api Egoisme
Setiap ada bencana gunung meletus, selalu jatuh korban, selalu ada pihak yang merugi.
SATUHARAPAN.COM – Indonesia terletak di kawasan cincin api Pasifik (ring of fire), yakni area yang kerap mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi. Dari Sabang sampai Merauke, tak hanya berjajar ribuan pulau, tetapi juga berjajar ratusan gunung api. Beberapa tahun terakhir, sejumlah gunung api itu rewel seperti: Merapi (Oktober 2010), Kelud (Februari 2014) dan Sinabung (September 2013 sampai Januari 2015).
Geliat aktivitas gunung-gunung tersebut ditandai gejala embusan awan panas, muncul dan gugurnya kubah lava, hujan abu vulkanik, gempa tektonik dan aliran lahar dingin. Peristiwa letusan gunung berapi selalu menimbulkan banyak kerugian: jatuhnya korban jiwa, rusaknya pemukiman dan lahan pertanian warga, dan trauma psikologis masyarakat.
Itu deretan gunung api alam, sekarang mari beralih pada gunung api yang lain. Terdapat gunung api di dalam hati dan jiwa manusia. Gunung api itu bernama egoisme, kemurkaan, dendam, stres dan tekanan batin. Hal-hal tersebut pasti (pernah) dimiliki dan dialami setiap orang, yang apabila tidak dikendalikan secara tepat, perasaan tersebut dapat meletus sedahsyat gunung api sungguhan.
Jujur, saya tak hendak memberi saran tentang pengendalian diri atau manajemen stres untuk mencegah gunung api egoisme diri kita tidak meletus. Namun, saya ingin mengajak kita semua untuk belajar dari peristiwa letusan gunung api secara harfiah. Bahwasanya, setiap ada bencana gunung meletus, selalu jatuh korban, selalu ada pihak yang merugi. Akan sama halnya, bila gunung api berwujud egoisme, kemurkaan, dendam, stres dan tekanan batin tersebut meletus, dapat menimbulkan korban.
Korban yang bagaimana? Pertama, akan ada hati sesama/orang yang kita kasihi tersakiti. Kedua, orang bisa saja takut kepada kita lalu memilih mengungsi—menghindari kita. Ketiga, orang juga bisa saja hilang respek kepada kita dan perlahan membenci keberadaaan kita. Keempat, kita pun bisa merusak properti di sekitar kita akibat emosi tak teredam. Kelima, yang utama tentu saja kita kalah karena dosa.
Meski sama-sama memiliki efek ngeri karena letusan, tetap ada perbedaan antara gunung api alam dan gunung api egoisme manusia. Gunung api alam memiliki ritme letusan yang dapat diprediksi melalui kecanggihan teknologi, sehingga peristiwa letusan dapat diantisipasi. Tetapi, gunung api egoisme, ada di hati manusia. Dan hati orang siapa yang tahu? Hanya kita sendiri yang bisa memantau gunung api masing-masing.
Kendalikanlah letusan gunung api egoisme diri! Ingat bahwa jika meletus, kita akan menanggung banyak kerugian.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Siapakah Abu Mohammed al-Golani, Pemimpin Pemberontak Yang S...
ALEPPO, SATUHARAPAN.COM-Selama belasan tahun terakhir, pemimpin militan Suriah, Abu Mohammed al-Gola...