Loading...
INSPIRASI
Penulis: Tjhia Yen Nie 06:26 WIB | Rabu, 17 Agustus 2016

Hak Kesulungan Warga Negara

Masihkah kita layak mengkotak-kotakkan anak sulung atau bungu bangsa?
Logo 71 Tahun Indonesia (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Pemberhentian Menteri ESDM yang baru secara terhormat karena kasus kewarganegaraan mengingatkan saya akan Esau dan Yakub.  Sebagai anak sulung, Esau memiliki hak kesulungan, namun memandang ringan hak kesulungan tersebut. ”Kata Yakub, ’Bersumpahlah dahulu kepadaku.’ Maka bersumpahlah ia kepada Yakub dan dijualnyalah hak kesulungannya kepadanya” ( Kej. 25:33).

”Saya memilih menjadi warga negara asal ayah saya,” jelas seorang anak berusia 17 tahun yang ayahnya warga negara asing, “karena lebih mudah bepergian dengan paspor negara tersebut.”

 ”Saya mengajukan kewarganegaraan negara tempat saya studi, supaya biayanya lebih murah, dan nantinya saya bisa berkarir di negara itu,” seorang anak Indonesia lain yang kuliah di luar negeri mengatakan.

Pada 1992 Indonesia bangga dengan pasangan pebulutangkis, Susi Susanti dan Alan Budikusuma, yang meraih medali emas di Olimpiade Barcelona.  Tetapi di tengah kebanggaan dan keharuan tersebut, apakah semua tahu bagaimana perjuangan Susi Susanti memperoleh selembar surat yang menyatakan dia sebagai warga negara Indonesia?

Di kala ada sebagian orang yang bersusah payah meraih apa yang dinamakan kewarganegaraan Indonesia, walaupun secara tulus berjuang demi Indonesia, namun tetap dipandang sebelah mata, ternyata ada juga yang menjual hak kesulungannya demi semangkuk kacang merah yang menggoda.

Kasus kewarganegaraan menteri ESDM ini seharusnya membuka hati nurani bangsa untuk mengakui secara jujur, siapakah yang disebut sebagai warga negara Indonesia asli? Apakah mereka yang memiliki tampang suku-suku asli dan memiliki nama Indonesia asli?

Mereka yang menyadari bahwa dirinya telah ditempatkan Tuhan di negeri ini, bertanggung jawab memajukan bangsa, memiliki rasa cinta mendalam terhadap negeri,  mempunyai hati yang tulus untuk Indonesia. Itulah warga negara Indonesia.

Dalam 71 tahun perayaan kemerdekaan Indonesia ini, sejujurnya bertanyalah dalam nurani yang terdalam, masihkah kita layak mengkotak-kotakkan anak sulung atau bungsu bangsa?

Merdeka!

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home