Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 06:49 WIB | Selasa, 05 Agustus 2014

Homoseksualitas dan Interreligius di Mata Muslim Amerika

Omar Akersim, seorang muslim Amerika yang progresif sedang berada di rumahnya di Los Angeles. (Foto: Damien Dovarganes)

LOS ANGELES, SATU HARAPAN.COM – Omar Akersim adalah penulis buku yang menulis tentang sekelompok kecil umat muslim Amerika menantang berbagai penafsiran dalam Agama Islam dalam bukunya yang diterbitkan pada Jumat (1/8) yang berjudul Progressive Muslims dan The Quran.

Dua buku itu membahas kelompok muslim Amerika progresif percaya bahwa seorang gay juga dapat menjadi seorang muslim, seorang perempuan dapat beribadah berdampingan dengan pria, dan seorang wanita muslim dapat menikah dengan lelaki non-muslim. Kepercayaan ini sangat bertentangan dengan penafsiran-penafsiran dalam ajaran Islam.

Kelompok ini berjumlah kecil, tetapi seiring berjalan waktu  mereka berkembang pesat. Kelompok muslim Amerika yang progresif merasa perlu untuk membentuk kembali iman mereka tentang penafsiran-penafsiran dalam Islam. Mereka menghadapi tantangan karena mereka hidup dalam dua identitas yaitu identitas sebagai seorang muslim yang menerima warisan kepercayaan orangtua mereka, dan identitas sebagai seseorang yang hidup di Amerika Serikat.

Kesadaraan terhadap kompleksitas akan dua identitas ini memancing sebuah dialog internal mengenai arti menjadi seorang muslim. Para pakar berusaha untuk mempelajari kembali penafsiran-penafsiran dari Quran yang kelihatannya tidak dapat lagi diubah.

Omar Akersim adalah bagian dari kelompok muslim Amerika yang progresif. Ia seorang yang gay dan juga seorang muslim. Ia secara terbuka menyatakan bahwa ia adalah seorang gay. Ia turut mendukung umat muslim untuk mengubah dan menguji kembali posisi Islam ketika berbicara tentang seksualitas dan jender.

“Islam di Amerika dituntut untuk berubah dan menguji kembali posisinya dalam masalah homoseksualitas karena bagaimana cara budaya kita bergerak maju sebagai suatu bangsa,” kata Akersim pemimpin kelompok pendukung muslim gay yang berbasis di Los Angeles.

Tantangan tentang pernikahan lintas agama dan homoseksual tidak berasal dari Quran, tetapi dari penafsiran-penafsiran konservatif terhadap hukum Islam yang tidak mendapat tempat di Amerika Serikat.

“Saya kira adil untuk mengatakan bahwa Islam Tradisional mengabaikan banyak sekali umat muslim yang terpinggirkan. Saya selalu merasa tidak nyaman dengan tipe Islam yang dipraktikkan orangtua saya,” kata penulis antologi “Love Inshallah” Tanzila Ahmed.

Kelompok religius bernama Muslims for Progressive Values di Los Angeles mempraktikan ritus-ritus yang mendorong batas-batas dalam ajaran Agama Islam dengan mengangkat perempuan sebagai imam, mengizinkan hubungan sejenis dan pernikahan beda agama, dan memberi tempat yang sama agar lelaki dan perempuan muslim dapat ibadah berdampingan.

“Untuk kita, penafsiran Islam adalah nilai yang egaliter – dan egaliter tidak hanya kata-kata yang kita ucapkan. Itu adalah praktek, itu adalah kebebasan beragama dan dari agama juga,” kata penyanyi dan penulis lagu dari Malaysia Ani Zonneveld. (huffingtonpost.com)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home