Loading...
DUNIA
Penulis: Melki Pangaribuan 10:50 WIB | Kamis, 01 Oktober 2015

Imigran Suriah di Sydney Ingin Bertemu Anggota Keluarganya

Carmen Lazar dan seorang relawan Pusat Layanan Migran Suriah memeriksa dokumen pendaftaran pengungsi UNHCR yang dibawa anggota keluarga. (Foto: australiaplus.com)

SYDNEY, SATUHARAPAN.COM - Sebuah pusat layanan migran di Sydney barat dibanjiri ratusan warga Suriah dan Irak yang putus asa untuk bertemu kembali dengan anggota keluarga mereka, yang melarikan diri dari perang.

Para imigran telah memberi rincian keberadaan mereka dengan harapan mereka bisa menjadi salah satu dari 12.000 pengungsi ekstra yang direncanakan Australia dalam dua tahun ke depan.

Sementara itu jutaan pengungsi Suriah dan Irak berada di kamp-kamp di Turki, Yordania dan Lebanon, banyak lainnya masih tinggal di gereja-gereja dan sejumlah tempat lainnya.

Ada ketakutan bahwa pengungsi penuh harap ini bisa kehilangan perhatian dari para pejabat Australia saat mereka bertandang ke kamp-kamp.

Manajer Pusat Layanan Migran Suriah, Carmen Lazar, mengupayakan desakan ke pemerintah atas nama komunitas Sydney barat, yang banyak di antara anggotanya telah mendaftar untuk mensponsori kerabat mereka.

"Apa yang saya lakukan saat ini, pada dasarnya, membantu pemerintah dengan memberi rincian yang benar tentang keberadaan para pengungsi saat ini," katanya sebagaimana dikutip Australia Plus, hari Kamis (1/10).

"Apa yang saya dapatkan sekarang adalah alamat tempat tinggal terbaru, nomor kontak mereka dan bahwa mereka telah disponsori oleh kerabat di Australia, nomor berkas imigrasi mereka, sehingga mereka dengan mudah bisa ditemukan," katanya.

Carmen bertemu dengan mantan Perdana Menteri Tony Abbott, menyusul pengumuman yang dibuatnya awal bulan lalu, untuk memukimkan kembali 12.000 pengungsi tambahan asal Suriah dan Irak di Australia.

Ia mengangkat kekhawatirannya kepada Pemerintah Federal bahwa sebagian besar pengungsi Kristen yang berasal dari Suriah dan Irak tidak tinggal di kamp-kamp tetapi di gereja atau di properti yang dimiliki gereja.

"Sebagian besar pengungsi adalah keluarga yang rentan dan penting bahwa mereka harus dijaga," kata Carmen.

Perempuan ini sudah mengirim email nama-nama lebih 4.000 pengungsi ke kantor Menteri Imigrasi Peter Dutton.

Hidup Tanpa Suami

Tak hanya pemeluk Kristen yang berbondong-bondong ke Pusat Layanan Migran dengan harapan keluarga mereka akan diproses.

Pengungsi Irak, Enas Neamah, mengatakan, ia datang ke pusat ini agar punya kesempatan untuk bersatu kembali dengan suaminya, yang tidak ditemuinya selama 3,5 tahun.

"Saya datang ke pusat ini karena mereka akan membantu saya membawa suami saya dari Turki ke Australia," katanya.

Enas mengatakan, suaminya terpaksa melarikan diri dari Irak setelah diculik dan disiksa. Sang suami juga tak melihat putri enam tahunnya sejak saat itu.

Anggota komunitas Suriah, Nadima Elias, datang ke pusat ini dengan harapan agar ibu dan saudara-saudaranya akan diterima di bawah rencana Pemerintah Australia.

"Saya hanya mencoba untuk membawa keluarga saya ke sini demi keselamatan mereka karena mereka berada dalam segala macam bahaya, dan saya hanya mencoba untuk membawa mereka ke sini secepat mungkin," katanya.

“Mereka berada dalam bahaya nyata di Suriah dan mereka harus melarikan diri ke Lebanon. Semua pemboman dan penculikan ada di sekitar mereka, tak aman sama sekali. Tidak lagi aman," kata dia menambahkan.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home