Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 08:18 WIB | Jumat, 05 Februari 2016

Ini Alasan Ada Menu Bandeng di Tahun Baru Konghucu

Warga memilih ikan Bandeng jelang perayaan Tahun Baru Imlek di kawasan Petak sembilan, Jakarta, Selasa (28/1/14). Ikan Bandeng merupakan salah satu makanan khas Imlek yang akan disajikan ketika perayaan Tahun Baru Konghucu. (Foto: Antara/M Agung Rajasa)

SATUHARAPAN.COM – Tahun Baru Konghucu—masyarakat Indonesia kenal sehari-hari dengan nama Tahun Baru Imlek—tidak lepas dari banyak tradisi dan pernak-pernik bernuansa Tiongkok, namun sudah menyatu dengan Indonesia. Termasuk menu bandeng di perayaan itu.

“Kalau ada ikan bandeng (di Tahun Baru Konghucu di Indonesia, red) itu sudah budaya. Itu hanya di sini (Indonesia, red). Kalau mau ngelamar atau Tahun Baru kita bawa ikan bandeng untuk calon mertua. Ikan itu kan enak, jadi maknanya biar mertua senang, kalau di sana (Republik Rakyat Tiongkok, red) tidak ada seperti itu,” kata

Sekretaris Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin), Budi Santoso Tanuwibowo saat memberi contoh tentang akulturasi budaya Tiongkok yang berkaitan dengan Tahun Baru Konghucu kepada satuharapan.com di Jakarta pertengahan Januari lalu.

Dia membandingkan dengan contoh lainnya yakni Lontong Cap Go Meh, dia menyebut di Tiongkok tidak mungkin akan ada makanan semacam itu karena kultur kuliner Indonesia dan Tiongkok berbeda.

“Coba sampeyan asli mana? Kalau Jawa itu kan masakan cenderung manis ya biasanya, nah sama kalau ada Chinese Food (kuliner Tiongkok, red) yang ada di sini (Indonesia, red) itu sudah disesuaikan, di sana (Tiongkok, red) mana ada orang makan kare,” kata dia.

Budi memberi contoh lainnya yakni kue bulan yang memang berasal dari Tiongkok, dan ada dalam perayaan Tahun Baru Konghucu. “Kenapa bentuknya bundar, karena itu maknanya kesempurnaan, dan kenapa rasanya manis supaya hidupnya manis, tapi kalau sekarang kue itu ada macam-macam rasa, cokelat, strawberry, moka itu sudah pluralisme, itu makna yang direka-reka atau orang Jawa bilang othak-athik gathuk,” kata dia.

Pada Tahun Baru Konghucu biasanya dikenal dengan tradisi membagi-bagi uang dalam amplop berwarna merah yang disebut Angpao, Budi menjelaskan bahwa angpao berasal dari dua kata, ang artinya warna merah, pao artinya bungkus.

Saat ini angpao, kata Budi, diartikan sebagai memberi modal kepada generasi yang muda yang sudah berkeluarga untuk modal hidup. “Tapi Angpao makna sejatinya–yang diberikan saat Hari Persaudaraan menjelang Tahun Baru Konghucu–adalah kita wajib menyantuni saudara-saudara kita yang kurang mampu agar mereka bisa beli baju baru dan hidup secara wajar,” kata dia.

Budi mengatakan tidak perlu memperdebatkan soal Imlek itu agama atau budaya, karena menurut dia rohnya adalah agama Konghucu, namun di Indonesia perayaan tahun baru tersebut tidak lagi menjadi monopoli umat Konghucu, seperti halnya Indonesia yang menikmati Idul Fitri, Natal, Nyepi, Waisak dan lainnya sebagai Hari Kebersamaan umat manusia. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home