Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 11:37 WIB | Senin, 28 Agustus 2023

Iran Mulai Adili Penyanyi Pop Yang Anjurkan Perempuan Lepaskan Jilbab

Perempuan Iran berjalan di jalan selama kebangkitan polisi moralitas di Teheran, Iran, 16 Juli 2023. (Foto: Kantor Berita Asia Barat via Reuters)

TEHERAN, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di Iran telah memulai proses hukum terhadap penyanyi pop terkemuka atas lagu terbarunya yang mendesak perempuan untuk melepas jilbab mereka, kata pengadilan pada hari Minggu (27/8).

Tindakan terhadap Mehdi Yarrahi terjadi hampir setahun setelah kematian perempuan Kurdi, Mahsa Amini, 22 tahun asal Iran, yang memicu protes selama berbulan-bulan di seluruh negeri.

Amini ditangkap karena dugaan pelanggaran aturan ketat berpakaian islami di Republik Islam yang mengharuskan kepala dan leher perempuan ditutup.

Yarrahi, 41 tahun, pada hari Jumat merilis sebuah lagu berjudul “Roosarito,” yang berarti “Jilbab Anda” dalam bahasa Farsi, untuk menyatakan dukungan terhadap gerakan protes tahun lalu.

“Kasus hukum telah diajukan terhadap Mehdi Yarrahi setelah dirilisnya sebuah lagu ilegal yang melanggar moral dan adat istiadat masyarakat Islam,” kata situs pengadilan Mizan Online.

Belum jelas apa tuduhan resminya. Yarrahi tidak ditahan.

Klip video berdurasi tiga menit Yarrahi memuat slogan gerakan protes, “Perempuan, kehidupan, kebebasan.”

Dia meminta perempuan untuk “melepas jilbab (kepala) mereka,” dan video tersebut menyertakan klip pendek beberapa perempuan yang menari dengan rambut terbuka.

Mizan mengatakan tindakan hukum terhadap Yarrahi juga akan mencakup “lagu kontroversial” lainnya yang dia rilis pada bulan Oktober. Berjudul “Soroode Zan” atau “Lagu Kebangsaan Perempuan”, lagu tersebut menjadi ciri gerakan protes, khususnya di universitas.

Pada tahun 2018 Yarrahi menerima penghargaan sebagai penyanyi pop terbaik di festival Fajr, acara musik terpenting yang diselenggarakan pemerintah di negara tersebut.

Dia telah mengkritik pihak berwenang dalam beberapa kesempatan selama konsernya, terutama karena anggapan marginalisasi masyarakat di provinsi asalnya, Khuzestan, yang memiliki mayoritas Arab, namun minoritas di Iran.

Selama berbulan-bulan protes, yang umumnya disebut oleh Teheran sebagai “kerusuhan” yang diprakarsai asing, ribuan warga Iran ditangkap dan ratusan dibunuh termasuk puluhan personel keamanan.

Perempuan Iran semakin melanggar aturan berpakaian yang ketat sejak protes massal mulai menyerukan diakhirinya kewajiban jilbab.

Bulan lalu, media pemerintah mengatakan polisi telah meluncurkan kembali patroli untuk menangkap orang-orang yang tidak menutupi rambutnya di depan umum. (AFP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home