Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 10:03 WIB | Rabu, 20 Januari 2016

Jamblang, Harapan Penderita Diabetes yang Kian Langka

Jamblang alias duwet, yang memiliki nama ilmiah Syzygium cumini, L, Skeels. (Foto: tropilab.com)

SATUHARAPAN.COM – Jamblang menjadi bagian dari masa kecil banyak orang di negeri ini yang melewat masa kecil pada dekade 70-80. Pada musim berbuah, buah jamblang yang berwarna merah sampai ungu tua, menarik perhatian siapa pun yang melintas di bawahnya untuk memanjat, meraih, dan menyantapnya.

Memang tidak semanis jambu air, buah yang masih berkerabat dengan jamblang. Rasanya pun lebih banyak asam daripada manis. Perlu tambahan garam jika ingin mendapatkan rasa lebih enak. Namun, warna ungu yang membekas di lidah dan bibir adalah kenangan tak terlupakan dalam perjalanan kedewasaan.

Jamblang ditemui secara liar ataupun dibudidayakan di Asia tropis dan Australia. Daerah persebaran alaminya di Himalaya bagian subtropis, India, Sri Lanka, Semenanjung Malesia, dan Australia. Di Pulau Jawa, pohon ini tumbuh liar, sebagian dibudidayakan sebagai pohon buah di pekarangan, dari dataran rendah hingga dataran tinggi.

Buahnya berbentuk lonjong sampai bulat telur, bermahkota cuping kelopak, dengan kulit tipis licin mengkilap, berwarna merah tua sampai ungu kehitaman, kadang-kadang putih, sering dalam gerombolan besar. Daging buahnya putih, kuning kelabu, sampai agak merah ungu.

Jamblang, disebut juga jambu keling, duwet, jambu juwat, jiwat, jiwat padi, adalah sejenis pohon buah dari suku jambu-jambuan (Myrtaceae). Tumbuhan berbuah sepat masam ini, dikutip dari Wikipedia, dikenal pula dengan berbagai nama. Di Jawa saja, penyebutannya berbeda-beda, ada yang menyebut duwet, ada pula yang menyebutnya juwet.  Demikian pula di Sulawesi Utara, namanya pun berbeda-beda, jambu kalang (Minahasa), atau juga jambulang, jambulan, jombulan, jumblang.

Belum lagi di belahan Nusantara lainnya, seperti jamblang (Betawi, Sunda), jambee kleng (Aceh), jambu kling, nunang (Gayo), jambu koliong (Riau), jambulan (Flores), jambula (Ternate), dhuwak, dhalas (Madura), duwe (Bima), Rappo-Rappo (Selayar).

Dalam pelbagai bahasa asing, buah ini dikenal sebagai jambulan, jambulana (Malaysia), duhat (Filipina), jambul, jamun, atau Java plum (Inggris). Namun, secara internasional, jamblang dikenal melalui nama nama ilmiahnya, yakni Syzygium cumini, (L.) Skeels. Itu masih memiliki nama sinonim, yakni Eugenia cumini (L.) Druce (1914), Eugenia jambolana Lamk. (1789), Myrtus cumini L. (1753), Syzygium jambolana Miq., Syzygium jambolanum (Lamk) DC. (1828), dan Syzygium malaccense (L.) Merr. & Perry.

Buah jamblang biasa dimakan segar. Wikipedia menyebutkan, di India dan Filipina, seperti juga kebiasaan di beberapa daerah di Indonesia, buah jamblang yang masak dicampur dengan sedikit garam dan kadang-kadang ditambahi gula, lalu dikocok di dalam wadah tertutup sehingga lunak dan berkurang sepatnya.

Dan, jamblang ternyata menyimpan segudang manfaat lain. Dr A Seno Sastroamidjojo dalam bukunya, Obat Asli Indonesia (1965), mencantumkan jamblang sebagai tumbuhan berkhasiat obat.  

 

Walau meninggalkan warna di bibir dan lidah, buah ini dapat mengurangi noda di gigi. Buah yang kaya vitamin A dan C ini juga dapat dijadikan sari buah, jeli atau anggur. Di Filipina, anggur jamblang diusahakan secara komersial.

Kulit kayunya menghasilkan zat penyamak (tanin) dan dimanfaatkan untuk mewarnai (ubar) jala. Kepingan kecil pepagan ini juga kadang-kadang dibubuhkan untuk menghambat keasaman tuak. Daunnya kerap digunakan sebagai pakan ternak.

Jamblang bersifat sejuk, aromatik, dan bersifat astringen kuat. Biji bisa juga untuk mengobati strikhnina (strychnine), yaitu sejenis penawar racun yang spesifik, dan berkhasiat dalam pengobatan limpa.

Hasil penelitian di India menunjukkan buah jamblang berpotensi sebagai alat kontrasepsi untuk laki-laki. Hasil penelitian juga menunjukkan biji, daun, dan pepagan jamblang dapat menurunkan diabetes, yang dipertegas lagi dengan percobaan binatang yang menunjukkan tumbuhan ini mencegah katarak akibat diabetes. Sastroamidjojo, mengutip Ny Kloppenburg-Versteegh, juga menyebutkan kulit, biji, buah, daun, dan bunga, berkhasiat sebagai obat antidiabetikum, terutama jenis jamblang putih.    

Jamblang mengandung minyak atsiri, jambosin, asam organik, triterpenoid, dan resin yang mengandung asam elagat, dan tanin. Praktisi Ayurweda menunjukkan daging buah menurunkan tekanan darah selama 30 menit, bijinya menurunkan gula darah dalam waktu 24 jam, dan hasil maksimum pencapaian efek hipoglikemik dalam waktu 10 hari.

Selain obat kencing manis, kulit batang, daun, buah dan bijinya acap kali digunakan sebagai obat murus. Di Dataran Tinggi Gayo, contohnya, jamblang yang sering disebut nunang, digunakan untuk mengobati mencret.

Peramu obat tradisional di Amerika Selatan memanfaatkan jamblang bersama cermai belanda untuk mengurangi kerusakan jantung dan hati penderita kanker yang mendapat kemoterapi doksorubisin. Jamblang dan Eugenia caryophyllata mengandung senyawa yang dapat mengaktifkan enzim S-transferase di hati. Pada percobaan, enzim tersebut dapat menurunkan kejadian kanker lambung hingga 80 persen. Sebagian wilayah di Asia Tenggara menggunakan akar jamblang untuk mengobati epilepsi.

Pohon jamblang sering ditanam sebagai pohon peneduh di pekarangan dan perkebunan, misalnya untuk meneduhi tanaman kopi, atau sebagai penahan angin. Bunga-bunganya baik sebagai pakan lebah madu.

Pohon jamblang kokoh, berkayu, berwarna putih kotor, dan tidak menggugurkan daun. Jamblang toleran terhadap kekeringan dan dapat tumbuh di berbagai jenis tanah yang tidak subur. Sayang sekali, seiring membanjirnya buah impor, popularitas jamblang pun memudar. 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home