Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Kartika Virgianti 21:34 WIB | Rabu, 26 Maret 2014

Jokowi Tolak Hasil Pemeriksaan Kejagung Soal Bus Berkarat

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. (Foto: Kartika V.)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) mengakui meskipun Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menyelidiki kasus pengadaan bus berkarat, tetapi dirinya tidak akan mau menerima hasilnya.

Pasalnya, berdasarkan Perpres Nomor 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, penyelesaian masalah dalam pengadaan bus seperti mesin yang tidak layak jalan, berkarat, dan lain sebagainya sudah lewat dari batas waktu yang ditentukan berdasarkan Perpres tersebut, yaitu 50 hari. Dari pengadaan busnya sendiri sudah tidak sesuai Perpres, oleh sebab itu pihak Pemprov DKI tidak mau menerima hasil dari pemeriksaan Kejagung tersebut.

“Kejagung sudah periksa, tapi masalahnya kan sudah lebih dari 50 hari setelah rekonstruksi. Kalau sudah lebih dari 50 hari jadi kita tidak berani terima. Kalau terima, pembenarannya apa kita harus terima itu,” kata Gubernur di Balai Kota, Selasa (25/3).

Sebagai informasi, Pasal 93 Perpres Nomor 70 Tahun 2012 antara lain berisi:

a1. Berdasarkan penelitian PPK (pejabat pembuat kebijakan), penyedia barang/jasa tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan.

b2. Setelah diberikan kesempatan sampai 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, penyedia barang/jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan.

Mengapa Diperiksa Kejagung?

Sebelumnya, Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta), Azas Tigor Nainggolan telah melaporkan nilai nominal dugaan korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni sebesar Rp53,4 miliar, pada Selasa (4/3) silam.

Pria yang akrab disapa Bang Tigor ini mempertanyakan, mengapa kasus ini ditangani oleh Kejagung, padahal FAKTA merupakan satu-satunya perwakilan dari masyarakat yang melaporkan dugaan itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukan ke lembaga penegak hukum lainnya, termasuk Kejagung.

Terlebih, menurut dia, Kejagung memiliki track record (rekam jejak) buruk dalam menangani kasus, terutama kasus korupsi. Sehingga, sudah seharusnya kasus ini ditangani oleh KPK, bukan Kejagung. Berdasarkan yang katakan, KPK sudah melakukan pemeriksaan saksi-saksi dalam kasus itu. 

Serahkan pada Hukum

Akan tetapi, Jokowi mengatakan bagaimanapun juga telah menyerahkan sepenuhnya kasus pengadaan bus berkarat ke ranah hukum. Oleh sebab itu, ia enggan memberikan tanggapan mengenai kelanjutan kasus tersebut.

Seperti diketahui, kasus yang berbuntut pada pencopotan Kepala Dinas Perhubungan DKI sebelumnya, Udar Pristoto karena dianggap lalai, telah diperiksa oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Inspektorat DKI Jakarta, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan berdasarkan kabar terakhir yang diterima satuharapan.com, kasus ini tengah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Itu sudah wilayah hukum, tanyakan ke BPKP, atau KPK. Karena busnya kan tidak kita terima, tetapi bukan dikembalikan. Busnya tidak baik untuk apa kita terima,” kata Jokowi.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home