Loading...
RELIGI
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:41 WIB | Minggu, 25 Februari 2018

Komnas HAM: Radikalisme Sudah Menyentuh Anak-anak

Ilustrasi. Anak-anak belajar agama sebagai program ekstrakulikuler. (Foto: dw.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kebangkitan faham radikalisme juga mulai mengubah pola pikir anak-anak, klaim Komnas HAM. Jika dibiarkan, masa depan keberagaman di Indonesia terancam.

Sebuah video yang viral di media sosial, dianggap menjadi peringatan buat masa depan keberagaman di Indonesia. Di dalamnya tiga bocah bertelanjang dada dan memegang senjata tajam meneriakkan ancaman terhadap PKI. "Kami santri cilik di Tanggerang, Banten, siap menjaga ulama!," pekik salah seorangnya sembari mengacungkan celurit.

"Nilai-nilai ekstremis semakin kuat di masyarakat, termasuk anak-anak," kata Sandrayati Moniaga, Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal. "Banyak orang yang melaporkan bahwa anak-anak menolak bermain bersama teman yang tidak seiman," katanya kepada media dalam sebuah jumpa pers di Jakarta, Kamis (22/2), yang dilansir situs dw.com.

Video serupa sempat mencuri perhatian publik ketika sekelompok bocah melakukan pawai obor di sela-sela Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 sambil meneriakkan "bunuh Ahok!"

Menurut Komnas HAM, Indonesia sedang menghadapi "masalah serius" dalam bentuk menguatnya pandangan radikal di masyarakat, termasuk anak-anak. Terutama penyalahgunaan isu agama untuk kepentingan politik ditengarai sebagai akar permasalahan. Komnas HAM mengkhawatirkan, Pilkada serentak 2018 dan Pemilu Kepresidenan 2019 akan memperkuat intoleransi serupa Pilkada DKI.

"Dalam jangka panjang, negara kita menghadapi masalah besar dalam bentuk pandangan ekstremis, yang diproduksi secara sistematis dan bisa dimanipulasi untuk kepentingan tertentu, tidak hanya pemilu", kata Sandrayati seperti dikutip Jakarta Post.

Menguatnya tendensi radikalisme di kalangan muda muslim, juga dibuktikan oleh penelitian Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Meski baru berjumlah kecil, pengaruh ideologi ekstrim bisa ditemukan pada remaja dan anak-anak. "Kalaupun ada yang ekstremis, sikap seperti itu dianut mereka yang bergabung dengan kelompok jihadis," kata Koordinator Peneliti CSRC Chaider S Bamualim kepada Kompas.

Meskipun demikian, Chaidar meyakini sikap dasar kaum muda muslim Indonesia masih bersifat terbuka dan moderat.

 

Pandangan Mayoritas Muslim tentang Syariah dan Negara

Berdasarkan hasil jajak pendapat  Lembaga riset terkemuka Amerika Serikat, PEW Research Center pada tahun 2015 silam, mengenai  pandangan  masyarakat muslim tentang syariah dan negara di beberapa negara muslim dunia terungkap  demikian,

Malaysia

Lebih dari separuh (52 persen) penduduk muslim Malaysia,  mendukung pandangan bahwa konstitusi negara harus mengikuti Syariah Islam secara menyeluruh. Sementara 17 persen mewakili pandangan yang lebih moderat, yakni ajaran Al-Quran hanya sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Sisanya (17 persen) menolak pengaruh agama pada konstitusi.

Pakistan

Dari semua negara berpenduduk mayoritas muslim, Pakistan adalah yang paling gigih menyuarakan penerapan Syariah Islam sebagai konstitusi negara. Sebanyak 78 persen kaum muslim mendukung pandangan tersebut. Hanya 2 persen yang mendukung sekularisme, dan menolak pengaruh agama dalam penyelenggaraan negara.

Turki

Pengaruh Kemalisme pada masyarakat Turki masih kuat, kendati politik agama yang dilancarkan partai pemerintah AKP (Adalet ve Kalkınma Partisi) Partai Keadilan dan Pembangunan adalah sebuah partai politik di negara Turki. Hanya sebanyak 13 persen kaum muslim yang mendukung Syariah Islam sebagai konstitusi, sementara mayoritas (38 persen) mewakili pandangan moderat, yakni Al-Quran sebagai acuan tak resmi. Uniknya 36 persen penduduk tetap setia pada pemisahan agama dan negara.

Libanon

Mayoritas kaum muslim Libanon (42 persen) yang memiliki keragaman keyakinan paling kaya di dunia menolak pengaruh agama pada konstitusi. Adapun 37 persen penduduk mendukung Al-Quran sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Hanya 15 persen yang menuntut penerapan Syariah Islam secara menyeluruh

Indonesia

Hingga kini Indonesia masih berpedoman Pancasila. Tak heran jika 52 persen kaum muslim menolak penerapan menyeluruh Syariah Islam. Namun mereka mendukung pandangan bahwa prinsip Al-Quran harus tercerminkan dalam dasar negara. Sebanyak 22 persen penduduk menginginkan Syariah sebagai konstitusi dan 18 persen menolak pencampuran antara agama dan negara.

Yordania

Penduduk muslim di Yordania tergolong yang paling konservatif di dunia. Sebanyak 54 persen menginginkan Syariah Islam sebagai landasan negara. Sementara 38 persen menolak Syariah, namun mendukung pandangan bahwa konstitusi tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran. Hanya 7 persen yang memihak Sekularisme sebagai prinsip dasar negara.

Nigeria

Sebagian besar kaum muslim Nigeria (42 persen) lebih mendukung faham Sekularisme ketimbang Syariah Islam. Di negeri yang sering dilanda konflik agama itu hanya 22 persen yang mengingingkan Syariah Islam sebagai konstitusi. Sementara 17 persen mewakili pandangan moderat, dan puas pada konstitusi yang tidak melanggar hukum Islam.

Palestina

Tahun 2011 hanya 38 persen penduduk Palestina yang mendukung Syariah sebagai konstitusi, pada 2015 jumlahnya berlipatganda menjadi 65 persen. Sementara 23 persen mewakili pandangan yang lebih moderat terkait penerapan Syariah. Hanya 8 persen yang menolak agama mencampuri urusan negara

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home