Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 19:00 WIB | Sabtu, 16 Juli 2016

KPAI Harap Sekolah Hindari Perploncoan Siswa Baru

Ilustrasi. Salah satu siswa menguap saat mengikuti upacara bendera. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto,  berharap agar tindakan perploncoan siswa di awal masuk sekolah dapat dihindari oleh siapapun di lingkungan pendidikan.

"Apapun alasannya, perploncoan tak senafas dengan hakikat pendidikan. Tak ada satupun norma penyelenggaraan pendidikan yang membenarkan perploncoan," kata Susanto di Jakarta, hari Sabtu (16/7).

Perploncoan di sekolah, kata dia, juga terjadi akibat budaya senioritas di lingkungan pendidikan. Perlu ada pencegahan terjadinya perploncoan jenis ini. Cara pengenalan lingkungan pembelajaran di sekolah bisa dengan cara terbaik dengan menghindari kekerasan.

"Perlu membangun kebersamaan, kerja sama dan kembangkan partisipasi positif antarsiswa, antarkelas, antarangkatan. Kepala sekolah dan guru harus memantau, mendeteksi dan mencegah tradisi senioritas yang dewasa ini masih mengakar di sejumlah lembaga pendidikan," kata dia.

Dia juga mengharapkan setiap pemangku kepentingan pendidikan tidak menggunakan pendekatan-pendekatan negatif dalam melaksanakan awal kegiatan belajar dan mengajar.

"Awal masuk sekolah harus disambut dengan kalimat positif, agar anak tumbuh semangat belajar, etos belajar dan menikmati iklim sekolah yang menyenangkan. Hindari pertanyaan yang membuat anak tidak nyaman, misalnya `masa gitu aja tidak bisa?`, `habis liburan hitam banget sih kamu` dan kalimat2 negatif lainnya," kata dia.

Siswa, kata dia, harus dipicu kepercayaan dirinya, bukan sebaliknya dengan menakut-nakuti yang berpotensi melemahkan gairah belajar mereka. Contoh kalimat bermuatan negatif untuk siswa seperti, "sekarang kamu sudah naik kelas, pelajarannya berat lho!".

"Ganti dengan kalimat positif yang menyamankan semua anak, bukan membebani secara psikis," kata dia.

Terkait kegiatan ekstrakurikuler dan intrakurikuler, Susanto mengatakan kegiatan itu sebaiknya menghindari muatan-muatan kekerasan. Harus dikembangkan model-model program dan kegiatan siswa secara kreatif, seperti kemampuan kepemimpinan, mengasah ketajaman analisis, ketajaman menyelesaikan suatu masalah.

Beragam kasus kekerasan atas nama kegiatan siswa di sekolah, kata dia, menandakan satuan pendidikan masih memerlukan revitalisasi sistem secara radikal.

Susanto juga menekankan pentingnya membangun kesepahaman antara orang tua dengan sekolah agar saling mengisi dan melakukan peran masing-masing yang terbaik untuk anak. Sinergi dibutuhkan untuk menghindari kesalahpahaman dalam mendidik anak. Tidak jarang, aksi saling menyalahkan adalah akibat dari tidak adanya kesepahaman. Sesungguhnya, kesuksesan pendidikan adalah kerja tim dari sekolah, orang tua dan lingkungan sekitar.(Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home