Loading...
HAM
Penulis: Francisca Christy Rosana 05:37 WIB | Minggu, 23 November 2014

LBH Undang Anak Korban Kebijakan di Hari Anak Internasional

"Ada anak-anak yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia dan juga diskriminasi pemerintah."
LBH Undang Anak Korban Kebijakan di Hari Anak Internasional
Saat perayaan ke-25 Hari Anak Internasional di Gedung LBH, Jalan Diponegoro, Jakarta pada Sabtu (22/11), seorang anak membawa poster kebebasan. Ia mendefinisikan kebebasan ialah bebas beribadah sesuai agamanya. (Foto-foto: Francisca Christy Rosana)
LBH Undang Anak Korban Kebijakan di Hari Anak Internasional
Rafael dari HKBP Filadelfia foto di depan poster kebebasan sambil merentangkan tangannya.
LBH Undang Anak Korban Kebijakan di Hari Anak Internasional
Seorang anak memasang poster kebebasan.
LBH Undang Anak Korban Kebijakan di Hari Anak Internasional
Poster kebebasan yang ditepel di pintu gedung LBH.
LBH Undang Anak Korban Kebijakan di Hari Anak Internasional
Pegiat dari berbagai agama, dua di antaranya Reni dari GKI Yasmin (kaus hitam) dan Dewi Kanti (batik coklat) dari Sunda Wiwitan.
LBH Undang Anak Korban Kebijakan di Hari Anak Internasional
(kedua kiri) Fidek dari pengungsi Sampang, Madura saat membacakan puisi kebebasan yang ditujukan untuk pemerintah.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menggelar perayaan ke-25 Hari Anak Internasional dan mengundang anak-anak korban kebijakan, sepeti anak-anak disabilitas, anak-anak korban penggusuran, anak-anak keluarga penyandang masalah kesejahteraan sosial, anak-anak pengungsi, dan anak-anak korban diksriminasi agama seperti jamaah Ahmadiyah, Syiah-Sampang, penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan, serta GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia.

Acara yang diselenggarakan di Gedung LBH, Jalan Diponegoro, Jakarta pada Sabtu (22/11) ini sengaja mengumpulkan anak-anak yang dilupakan oleh sistem dan dinilai belum mendapat pelindungan maksimal untuk mendapatkan hak terbaik bagi tumbuh kembangnya.

“Kami ingin memberi peringatan kepada pemerintah dan masyarakat bahwa ada anak-anak yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia dan juga diskriminasi pemerintah,” kata Eny Rofiatul, pengacara publik LBH kepada satuharapancom.

LBH menurut Eny merasa prihatin karena pada umumnya perayaan hari anak selalu mengajak anak-anak yang berprestasi, anak dari sekolah favorite, anak dari tokoh-tokoh terkenal, dan pemuka agam.

“Padahal anak-anak seperti anak-anak Ahmadiyah yang masjidnya ditutup, anak-anak GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia yang tidak bisa menikmati gerejanya lagi dan harus dua minggu sekali beribadahnya, anak-anak difabel yang diekslusifkan karena mereka dianggap orang yang cacat dan sakit, anak-anak dari komunitas penghayat yang dianggap tak bertuhan juga berhak mendapat perayaan dan kebahagiaan yang sama,” Eny memaparkan.

Anak-anak korban kebijakan ini dinilai merupakan anak-anak yang tidak pernah dilihat, padahal kata Eny, mereka  juga berhak untuk merayakan hari anak internasional dan didengar apa yang diinginkan.

“Sebenarnya mereka tahu bahwa mereka juga dikucilkan di masyarakat karena anak-anak ini peka. Untuk itu, yang ditumbuhkan dalam forum ini adalah komunikasi dan kerja sama agar anak terbuka pikirannya dan terbiasa bertoleransi dengan sesamaya,” kata Eny.

Justifikasi Ajaran Sesat

Selama ini di Indonesia beberapa kelompok telah memberi pelabelan dan justifikasi bahwa agama-agama tertentu seperti Sunda Wiwitan, Kaharingan, Ahmadiyah, dan lain sebagainya itu sesat. Justifikasi ini timbul karena masyarakat tidak pernah mau dan mampu mengenal sesamanya dengan baik.

Justifikasi ini akhirnya berdampak bagi kejiwaan anak. Anak pada waktu-waktu tertentu akan mmerasa diintimidasi. Untuk itu forum Hari Anak Internasional ini dihadirkan LBH agar anak saling mengenal sesamanya dan menumbuhkan semangat toleransi.

“Tanpa adanya forum yang inklufsif seperti ini, wajar jika anak-anak pikirannya individual. Oleh karena itu, forum ini dibuat agar mereka saling mengenal, saling menguatkan, dan mereka sadar bahwa mereka tidak hidup sendiri,” kata Eny.

Meski berlangsung hingga sore, rangkaian acara tetap disambut meriah oleh tawa riang anak-anak dari berbagai elemen ini.  Acara diisi dengan berbagai macam permainan yang menumbuhkan semangat kebersamaan, penulisan hak-hak kebebasan, dan pertunjukan seni dari tiap-tiap kelompok.

Rafael dari HKBP Filadefia yang menuliskan 'kebebasan adalah bebas melayani Tuhan' mengaku ingin hak pelayanannya tidak dibatasi.

"Karena saya ingin melayani Tuhan dengan bebas dan tidak takut lagi," katanya. 

Fidek Mandi, pengungsi Sampang, Madura yang khusus datang ke Jakarta menuliskan 'kebebasan adalah punya rumah untuk pulang'.

"Sekarang kami tidak lagi mempunyai rumah. Kami kehilangan keceriaan karena harus pindah dari tempat kami yang dulu. Kami ingin kembali ke rumah, ke sekolah yang dulu, belajar dengan nyaman dan jadi anak pintar. Pak Jokowi, bantu kami jadi anak pintar," ujar Fidek. 

Anak-anak lain juga menuliskan hal senada. Dengan bahasa sederhana, anak-anak ini ingin kebebasannya turut diperjuangkan pemerintah. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home