Loading...
EKONOMI
Penulis: Martha Lusiana 19:47 WIB | Kamis, 13 Agustus 2015

Mata Uang Asia Tercatat Menguat

Ilustrasi. (Foto: reuters.com)

TOKYO, SATUHARAPAN.COM – Mata uang Asia menguat pada Kamis (13/8), pulih dari kemunduran dua hari terburuk dalam hampir 20 tahun setelah Tiongkok meyakinkan pasar tidak akan terlibat dalam perang mata uang.

Mata uang negara-negara berkembang termasuk rupiah Indonesia, peso Filipina dan won Korea Selatan naik sedikit terhadap dolar setelah Tiongkok pada Kamis kembali mendevaluasi yuan sebesar 1,1 persen.

Pemangkasan, yang lebih kecil daripada dua hari sebelumnya, dan berita bahwa bank sentral melakukan intervensi untuk menstabilkan yuan pada Rabu (12/8), meyakinkan para investor bahwa Beijing tak akan membiarkan mata uangnya merosot.

"Kemungkinan yang terburuk sudah berakhir," ujar Patrick Bennett, penyiasat di Canadian Imperial Bank of Commerce di Hong Kong kepada Bloomberg News.

"Intervensi PBC (People`s Bank of China/bank sentral Tiongkok) telah menenangkan pasar. Tidak ada perasaan bahwa yuan onshore (di dalam negeri) akan melemah selamanya," kata dia menambahkan.

Pada akhir perdagangan sore di Tokyo, dolar berpindah tangan pada 124,49 yen, naik dari 124,24 yen di New York pada Rabu sore, di mana dolar terpukul karena kekhawatiran langkah Beijing menggarisbawahi pelemahan di perekonomian Tiongkok dan bisa menunda kenaikan suku bunga AS.

Devaluasi terbaru Tiongkok muncul dua kali pada Selasa dan Rabu kemarin. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa ekonomi nomor dua dunia itu lebih lemah daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Langkah ini membuat mata uang Asia-Pasifik jatuh, seperti membawa ringgit Malaysia jatuh ke posisi terendah selama 17-tahun.

Kekhawatiran devaluasi yuan bisa merugikan ekonomi regional lainnya dan memicu perlombaan menurunkan nilai mata uang oleh bank-bank sentral negara lainnya dalam upaya untuk menjaga ekspor mereka agar lebih kompetitif.

Seperti yang dilakukan Vietnam. Negara ini menggandakan batas perdagangan untuk mata uang dong agar melemah dan membuat ekspor mereka lebih kompetitif akibat penurunan di Tiongkok.

Namun demikian, para analis memperingatkan bahwa mata uang Asia-Pasifik masih berisiko, setelah menderita dua hari aksi jual terburuk mereka sejak 1998.

Sementara itu, ekonom pasar senior di AXA Investment Managers, Aidan Yao, mengatakan, keriuhan ekonomi ini juga ditambah dengan antisipasi pengetatan The Fed sehingga memicu arus keluar modal besar-besaran yang mengakibatkan konsekuensi bencana bagi Asia. (Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home