Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 15:58 WIB | Minggu, 09 Oktober 2016

Mengeksploitasi Ayat Suci Sungguh Tindakan Tak Terpuji

Anggota Komisi VIII DPR RI Khatibul Umam. (Foto: Dok.satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi VIII DPR RI dari Partai Demokrat, Khatibul Umam Wiranu mengatakan beberapa hari terakhir ini, opini publik membincang pernyataan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam suatu kesempatan pertemuan dengan warga DKI Jakarta yang bermukim di Kepulauan Seribu.

Kutipan Ayat 51 Surah Al-Maidah yang dikutip oleh Gubernur DKI Jakarta tersebut telah melukai hati warga DKI Jakarta yang mayoritas beragama Islam.

Pasalnya, kata Khatibul yang kini menjabat sebagai Sekretaris Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat. bahwa Ahok secara langsung menempatkan ayat tersebut yang bermakna larangan untuk memilih ‘Pemimpin Non-Muslim’ sebagai objek pembohongan. Ungkapan “Dibohongi Pakai Surah Al-Maidah 51” dari Ahok tersebut menurut Khatibul sama saja menyinggung dan mendeskreditkan umat Islam yang meyakini kebenaran ajaran agamanya.

“Sebagai Gubernur yang juga Pemimpin Warga DKI Jakarta, sudah selayaknya Ahok menempatkan segala perilakunya yang sesuai dengan fungsi, tugas dan kewenangannya. Tidak menempatkan pihak lain yang berseberangan, apalagi pemeluk agama yang berbeda dengan keyakinannya sebagai lawan,” kata Khatibul dalam pesan singkatnya yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Minggu (9/10).

Karena itu, kata Khatibul, pernyataan Ahok tersebut telah menunjukkan tiga hal kepada publik:

Pertama, sebagai pemimpin masyarakat, Ahok tidak pantas menggunakan dan mengeksploitasi keyakinan ajaran agama lain (Islam) demi kepentingan dirinya ataupun kepentingan politiknya.

“Pernyataan tersebut telah menunjukkan bahwa ia telah menjadikan teks kitab suci yang dipandang sakral sebagai instrumen politik dan membawanya ke panggung politik praktis. Suatu hal yang tidak layak dan pantas dilakukan oleh pemimpin yang sejatinya mengayomi seluruh perbedaan, baik itu perbedaan pilihan politik, apalagi perbedaan keyakinan keagamaan,” kata dia.

Kedua, pernyataan Ahok menunjukkan ketidakpahamannya tentang Alquran yang memang bukan kitab suci yang ia yakni kebenarannya. Keyakinan atas kebenaran Alquran adalah keyakinan hakiki (aqidah) yang tidak bisa ditawar-tawar kebenarannya.

Menyinggung teks Alquran dan memaknainya demi kepentingan politik, sama halnya dengan menempatkan Alquran sebagai intsrumen duniawi, yang justru bagi umat Islam lebih dari itu. Ahok seharusnya memahami, bahwa keyakinan kepada teks Alquran tersebut berimplikasi pada keselamatan dunia dan akhirat.

“Ketiga,  Ahok semestinya menyadari bahwa Islam tidak pernah anti terhadap nilai-nilai demokrasi sejauh dijalankan dengan baik dan tidak bertentangan dengan aqidah umat Islam. Dalam sejarahnya, Islam di Indonesia bahkan telah berkontribusi banyak bagi perkembangan demokrasi mulai dari masa-masa perjuangan kemerdekaan, hingga saat ini,” kata dia.

Karena itu, kata Politisi Partai Demokrat ini dalam pernyataan Ahok tersebut adalah pernyataan naif dan sama sekali menunjukkan ketidakpahamannya tentang sejarah umat Islam di Indonesia termasuk pengorbanan mereka yang menjadikan Indonesia sebagai negara demokrasi dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.

“Dengan demikian, atas keteledoran dan kekeliruan fatal tersebut, sebagai pejabat dan pemimpin masyarakat, Ahok harus secara dewasa menyampaikan pernyataan maaf atas pernyataan tersebut kepada seluruh warga DKI Jakarta,” kata dia.

Menurutnya pernyataan maaf tersebut tidak hanya ditujukan kepada umat Islam yang secara langsung dinistakan oleh pernyataan tersebut, tapi juga kepada seluruh masyarakat yang beragama selain Islam.

Karena hanya dengan demikian, seluruh umat beragama merasakan hidup di alam demokrasi, dimana agama mereka tidak senantiasa menjadi bahan eksploitasi dan instrumen politik pihak-pihak tertentu di masa yang akan datang.

“Kita berharap, peristiwa tersebut menjadi peristiwa terakhir. Ahok harus menunjukkan dirinya sebagai figur yang tidak selamanya benar di hadapan publik, apalagi terkait dengan keyakinan agama,” kata dia.

“Menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017, Ahok harus memberi contoh tentang pemimpin yang menghargai perbedaan, tidak mengekploitasi perbedaan dan menjadikannya musuh untuk kepentingan politik praktis”.

Sebelumnya salam pidatonya yang tersebar di media sosial, Ahok menjelaskan bahwa warga tak perlu takut soal kelanjutan program bantuan, bila dirinya tak terpilih dalam Pilgub DKI 2017.

Lebih kurang, Ahok menjamin program itu akan tetap berjalan, apa pun hasil Pilgub kelak.

"Jadi enggak usah pikiran. 'Akh! Nanti kalau enggak kepilih, pasti Ahok programnya bubar'. Enggak! Saya masih terpilih (menjabat) sampai Oktober 2017," kata Ahok.

Setelahnya, terseliplah pernyataan dia soal penggunaan surat Al Maidah ayat 51 jelang Pilgub DKI 2017.

"Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu enggak pilih saya. Dibohongin pakai surat Al Maidah ayat 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu."

Surat Al Maidah Ayat 51 adalah ayat dalam Alquran yang melarang umat Islam memilih calon pemimpin dari kalangan Nasrani dan Yahudi yang berbunyi "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."

 Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home