Loading...
RELIGI
Penulis: Sabar Subekti 20:29 WIB | Selasa, 27 Desember 2016

Mengenal Komunitas Kristen Kuwait

Mengenal Komunitas Kristen Kuwait
Amanuel Benjamin Ghareeb, pendeta yang ditahbiuskan dari warga negara Kuwait. Dia melayani jemaat di Gereja Injili Nasional. (Foto-foto: dari Al Arabiya)
Mengenal Komunitas Kristen Kuwait
Komunitas Kristen di sebuah gereja di Kuwait.

KUWAIT, SATUHARAPAN.COM - Amanuel Benjamin Ghareeb adalah warga negara Kuwait pertama yang ditahbiskan sebagai pendeta untuk melayani jemaat di negara itu. Padahal, seperti dia mengingatnya, dia pernah mengungguli rekan pelajar Muslim di sekolah menengah dalam mata pelajaran agama (Islam).

Itu adalah peristiwa 50 tahun yang lalu, dan sekarang Ghareeb yang berusia 66 tahun adalah seorang pendeta pada sebuah jemaat di Kuwait.

Kuwait dan Bahrain merupakan dua negara Teluk yang memiliki populasi Kristen setempat dan mereka adalah warga negara itu. Di kuwait ada sekitar 200 orang warga Kuwait yang beragama Kristen dan di Bahrain jumlahnya sekitar 1.000 orang, menurut media Arab, Al Arabiya.

"Sebagian besar keluarga Kristen di Kuwait dan Bahrain memiliki akar di Turki tenggara, selain sebagian berasal dari Irak atau Palestina. Jumlah mereka menurun karena ada perubahan dalam hukum kewarganegaraan Kuwait pada tahun 1982 yang menolak penganut Kristen mendapatkan naturalisasi," kata Ghareeb kepada Al Arabiya.

Diperkiraan ada 12 keluarga yang merupakan umat Kristen kelahiran Kuwait dan diyakini telah memiliki hak yang sama dengan warga negara yang menganut agama Islam.

Namun demikian sangat jarang di sana dibicarakan tentang tekanan dan penderitaan warga minoritas non Muslim di mana negara-negara Teluk Arab yang dicitrakan secara luas sebagai negara Islam dengan warga dari kelompok Muslim Sunni atau Syiah.

Sebuah peristiwa penting dalam komunitas Kristen Kuwait terjadi pada 8 Januari 1999, ketika Ghareeb sendiri ditahbiskan sebagai pendeta pada Gereja Injili Nasional negara itu. Ini membentuk komunitas Kristen di negara Teluk Arab yang pertama, menurut Al Arabiya.

"Kami semua merasa bangga menjadi orang Kuwait," katanya pada saat itu. "Kami berada di antara orang-orang yang tinggal di sini selama pendudukan Irak (tahun 1990)."

Hak Politik dan Sipil

Sementara dari komunitas Kristen di Bahrain pernah ada yang mewakili negara sebagai diplomatik pada tahun 2008, ketika Houda Nonoo ditunjuk sebagai duta besar Bahrain untuk Washington.

Namun representasi umat Kristen di panggung politik Kuwait tidak disebutkan. Tidak ada orang Kristen yang pernah terpilih untuk Majelis Nasional negara itu, di mana pemiliha terakhir menunjukkan kembalinya kelompok Ikhwanul Muslimin dalam politik di negara itu setelah bertahun-tahun memboikot.

Ghareeb mengatakan bahwa umat Kristen Kuwait menolak kalau dikatakan komunitas mereka dihambat dalam memperoleh hak-hak sipil dan politik tertentu.

Ketika ditanya tentang gagasan menerapkan kuota keterwakilan umat Kristen dalam parlemen, seperti di Lebanon, Ghareeb menjawab dengan menolak hal itu. "Konstitusi kita jelas menyatakan bahwa setiap warga Kuwait Kristen bebas untuk mencalonkan dirinya sendiri dan memilih dalam pemilu lokal. Dan jika suatu saat populasi umum menerima untuk memilih salah satu dari kami, maka itu luar biasa. Tapi kami tidak ingin representasi dijalankan tanpa pemilihan," kata Ghareeb.

Ketika ditanya apakah warga Kuwait Kristen merasa aman? Dia mengatakan bahwa hubungan Muslim-Kristen telah diuji dalam beberapa tahun terakhir, mengingat meningkatnya Islamophobia di Barat akibat serangan ekstremiskelompok seperti ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) yang menargetkan warga Kristen.

Awal bulan ini, sebuah bom bunuh diri meledak di katedral Gereja Koptik terbesar di Kairo, Mesir dan menewaskan sedikitnya 25 orang dan melukai 50 lainnya, Banyak  dari korban adalah perempuan dan anak-anak yang menghadiri ibadah hari Minggu. Itu merupakan salah satu serangan paling mematikan terhadap kelompok warga Kristen Mesir tahun ini.

Peristiwa itu menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga Kuwait Kristen, kata pendeta. "Dengan perkembangan terakhir di wilayah itu dan polarisasi agama, sebagian dari kami jelas telah terpengaruh,’’ katanya.

‘’Namun kami bersyukur kepada Tuhan bahwa kami memiliki kepemimpinan yang bijaksana yang memahami dan melindungi situasi internal di Kuwait. Kami telah melihat meningkatnya pengamanan dalam negeri di sekitar gereja kami selama perayaan Natal, dan segera untuk tahun baru juga."

Terkait hukum pendidikan di Kuwait, pelajar non Muslim di lembaga pendidikan negara dan swasta dikecualikan untuk menghadiri kelas pelajaran agama Islam.

Haruskah orang Kristen Kuwait memiliki kesempatan yang sama untuk belajar agama mereka sebagai bagian dari pendidikan?  Ghareeb mengatakan, "Dalam situasi saat ini, baik di Kuwait dan di regional ini, jawabannya adalah tidak menguntungkan pada saat ini."

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home