Loading...
INSPIRASI
Penulis: Endang Hoyaranda 06:06 WIB | Senin, 25 Januari 2016

Meningkatkan Kesadaran Moral

Manusia adalah makhluk yang paling besar kemampuannya untuk berubah di antara makhluk lain.
Lawrence Kohlberg (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Perilaku berlalu lintas adalah cerminan tingkat perkembangan moral bangsa. Setelah mengenal keenam jenjang perkembangan moral Lawrence Kohlberg, saya baru sadar kebenaran pernyataan itu. Tengoklah lalu lintas di Jakarta! Orang dengan tenang dan tanpa rasa salah melanggar lampu merah atau berkendara melawan arah jika tak tampak polisi; pengendara yang bersedia membayar ”Pak Ogah” untuk dipermudah melanggar rambu. Pengendara yang tertib jadi terlihat aneh dan kadang karena tak nyaman dianggap aneh malah mengikuti mereka yang melanggar. Pengendara yang tertib malah menjadi kelompok minoritas di Jakarta

Lawrence Kohlberg, psikolog Amerika kelahiran 1927, dikenal sebagai satu dari 30 psikolog terbesar abad XX. Ia terkenal antara lain karena pemikirannya yang membagi enam tingkat perkembangan  moral manusia berdasarkan kesadarannya akan kebenaran, kebebasan, keadilan. Perkembangan moral manusia dikelompokkan menjadi moralitas Anak, moralitas Orangtua dan moralitas Dewasa, masing masing jenjang terbagi atas dua tingkat perkembangan moral.

Di tingkat moralitas terendah, tak ada kesadaran pelaku akan nilai benar, akan kebebasan dan hak orang lain, maupun keadilan. Yang ada dalam pertimbangan hanyalah keselamatan atau kesenangan diri sendiri saja, tanpa pertimbangan adanya orang lain yang juga punya hak yang sama. Itulah moral anak kecil yang belum mendapatkan didikan orang tua dan lingkungan, sikap egoistis. Moral ini kerap tetap bertahan di dalam orang dewasa yang tak cukup mendapatkan didikan untuk menjadi manusia beradab.

Tingkat pertama yang hanya berbuat benar atau baik demi menghindari hukuman atau rasa sakit, itulah kelompok pengendara pertama di atas: hanya taat jika ada polisi. Tingkat kedua, sedikit lebih tinggi, namun masih dikategorikan moralitas anak, adalah mereka yang patuh asal ada keuntungan. Bersedia melakukan kebaikan hanya jika ada untungnya. ”Kalau kau baik kepadaku, akupun akan baik kepadamu” atau anak kecil yang mau belajar asalkan ada iming-iming hadiah, itu contohnya. Pada kedua jenjang ini pertimbangan akan orang lain tidak masuk dalam alam kesadaran.

Pada tingkat ketiga dan keempat, atau disebut jenjang orangtua, sudah ada kesadaran bahwa ada orang lain di sekitar dan perlu dipertimbangkan kepentingannya. Berbuat benar dan baik dilandasi kesadaran bahwa orang lain pun punya kebutuhan yang sama dan setiap orang berkewajiban mempertimbangkan kepentingan orang lain dan masyarakat.

Pada tingkat kelima dan keenam, moralitas manusia sudah dilandasi prinsip, bukan hanya diri sendiri dan tidak berhenti sekadar pada kesadaran akan pentingnya memperhatikan orang lain, melainkan pada prinsip apa yang dipegang. Kedua jenjang ini dikelompokkan pada jenjang moralitas dewasa.

Bangsa Indonesia sungguh membutuhkan mereka yang berada pada jenjang ini. Manusia adalah makhluk yang paling besar kemampuannya untuk berubah di antara semua makhluk lain. Manusia jugalah makhluk yang amat banyak mencontoh orang lain dalam bersikap. Karena itu, mereka yang sudah mencapai moralitas jenjang dewasa, amat potensial untuk menjadi teladan perilaku ”berpegang pada prinsip” agar dicontoh oleh mereka yang masih berada pada jenjang terendah—sebagian besar masyarakat.

Marthin Luther King, Jr. sungguh gundah ketika berkata, ”Generasi ini harus bertobat bukan hanya karena perilaku buruk mereka yang bermoral rendah, tetapi juga karena kediaman yang mengerikan dari mereka yang bermoral tinggi.”

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home