Loading...
HAM
Penulis: Francisca Christy Rosana 22:17 WIB | Jumat, 13 Februari 2015

Negara Tak Berhak Mencabut Hak Hidup Manusia

Apabila seseorang dijatuhi hukuman mati, kesempatan untuk menjadi bagian dari masyarakat yang beradap telah tertutup untuk selama-lamanya.
Pdt Andreas Yewangoe, Mantan Ketua Umum PGI dan Ketua Majelis Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) di kantor Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Jumat (13/2). (Foto: Francisca Christy Rosana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Perdebatan mengenai eksekusi hukuman mati bagi tepidana kasus narkoba terus menuai perdebatan. Persoalan mengenai pertentangan hak asasi manusia terhadap terpidana mati pun terus dipertanyakan oleh sejumlah pihak.

Saat ini, Pemerintah Republik Indonesia tengah melaksanakan eksekusi hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba. Sementara itu, hukuman mati oleh beberapa pihak dianggap sebagai bentuk hukuman yang konvensional, sedangkan efek jeranya belum terbukti.

Pdt Andreas Yewangoe, Mantan Ketua Umum PGI dan Ketua Majelis Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menegaskan dalam konteks agama Kristen, manusia adalah gambar dan citra Allah. Untuk itu, tak ada seorangpun yang berhak mencabut hak hidup seseorang, termasuk negara.

“Saya menyadari persoalan yang tidak mudah ini tidak bisa diberikan jawaban tanpa tanda bukti apalagi jika ditinjau dari satu sudut pandang saja,” ujar Yewangoe di kantor PGI, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Jumat (13/2).

Hukuman mati memang menimbulkan dua koridor pemikiran yang berbeda dalam masyarakat. Pertanggungjawaban hukuman mati secara etis akan tegas dijawab ‘iya’ oleh pihak yang pro, namun akan dijawab ‘tidak’ oleh pihak yang kontra.

Pandangan yang saling bertentangan ini merupakan refleksi dari peristiwa yang terjadi di banyak negara di dunia. Ada negara yang dengan tegas menerapkannya, namun ada juga negara yang justru menghapuskan hukuman mati. Belanda sebagai negara asal penerapan hukuman mati saat ini telah menghapus hukuman tersebut. Namun justru Indonesia yang mewarisi hukum dari Belanda ini tetap mempertahankannya.

Dalam Global Overview 2012, pelaksanaan hukuman mati di Indonesia tergolong dalam low application state. Kedepan, berbagai pihak masih terus mempertanyakan apakah Indonesia tetap mempertahankan peringkatnya atau tidak.

Dari gambaran perdebatan yang pelik, Yewangoe mengatakan persoalan ini tak hanya ditinjau dari pandangan bahwa manusia adalah gambar dan citra Allah, tetapi juga dari segi keadilan Allah.

Yewangoe memaparkan, dalam konteks si terhukum, ruang kesempatan semestinya diberikan kepada yang bersangkutan untuk membenahi diri.

“Kalau kita percaya bahwa penerapan hukuman bukanlah pembalasan dendam, maka kita juga percaya adanya kemungkinan seseorang dapat memperbaiki dirinya. Allah memberi ruang itu, dan negara sebagai pelayan Allah semestinya juga menciptakan ruang tersebut. Itu keadilan sebagai pancaran kasih Nya,” ujar Yewangoe.

Apabila seseorang dijatuhi hukuman mati, kesempatan untuk menjadi bagian dari masyarakat yang beradap telah tertutup untuk selama-lamanya. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home