Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 17:01 WIB | Senin, 19 Januari 2015

OJK: Empat Cara Asuransi Indonesia Juarai MEA

Logo OJK. (Foto: mmindustri.co.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengemukakan empat cara agar industri asuransi nasional dapat berkembang pesat dan menjadi "juara" saat berlakunya keterbukaan pasar antarnegara di masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) akhir 2015.

Pertama, perusahaan asuransi domestik harus memperkuat tata kelola perusahaan (good corporate governance), kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Firdaus Djaelani di Jakarta, Senin (19/1).

"Bagaimana kita bersaing jika tidak mampu menerapkan good corporate governance. Jangan lupa, konsumen punya hak penuh untuk beralih ke produk lain, jika layanan tidak memuaskan," kata Firdaus pada pada "Sosialisasi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian".

Tata kelola perusahaan yang baik juga menjadi upaya yang harus dilakukan untuk memperkuat memitigasi risiko dari industri keuangan.

Firdaus mengingatkan Indonesia memiliki pasar asuransi terbesar di ASEAN. Dengan populasi penduduk berjumlah sekitar 240 juta orang, Indonesia menopang setidaknya 30 persen pasar di ASEAN.

Kedua adalah peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) perusahaan asuransi. Pada MEA, Firdaus mengingatkan bahwa industri asuransi negara tetangga seperti Malaysia, sudah memiliki kapasitas SDM yang sangat kompetitif.

"Perusahaan kita sangat tergantung dengan kapasitas SDM. Kita bukan perusahaan sektor rill yang sangat bergantung dengan produksi, dan bahan baku," kata dia.

Dengan keterbukaan pasar, produk dari perusahaan asuransi asing yang didukung kapasitas SDM yang mumpuni dikhawatirkan dapat merebut pasar yang selama ini dikuasai perusahaan asuransi nasional.

Ketiga adalah penguatan modal perusahaan asuransi. Industri asuransi sejak beberapa tahun terakhir telah berkembang dan menunjukkan varian produk yang sangat dinamis.

Penguatan modal tersebut salah satunya diperlukan untuk dapat mengeluarkan produk yang mampu menjadi ‘pemimpin’ di pasar.

"Jika kita bermodal kecil, kita seperti perusahaan pialang saja. Harus dipahami pemilik modal, bahwa kapasitas finansial kita harus besar," kata dia.

Keempat adalah penyempurnaan standardisasi berbagai aspek dalam operasional perusahaan asuransi. Misalnya, standardisasi aktuaris dalam perusahaan asuransi.

"Aktuaris ini layaknya juru masak. Jika kita mau bersaing, maka kita harus membuat produk dan aktuaris yang berkualitas," kata dia.

Melalui UU Nomor 40 Tahun 2014, konsultan aktuaria bukan lagi termasuk dalam usaha perasuransian, namun menjadi penyedia jasa bagi perusahaan perasuransian.

Konsultan aktuaria juga harus terdaftar pada OJK.

Selain keempat cara tersebut, Firdaus juga menekankan agar peningkatan literasi asuransi harus terus digiatkan oleh para pelaku usaha.

Firdaus menjelaskan industri asuransi sudah membuktikan perannya dalam menopang perekonomian nasional. Menurutnya, industri asuransi dengan semakin banyaknya jumlah pelaku usaha telah menyediakan jasa peralihan dan resiko secara efisien.

Keberadaan industri asuransi juga telah mengurangi intervensi pemerintah dalam hal penggunaan dana untuk jaminan risiko.

"Asuransi juga dibutuhkan dalam jangka panjang untuk pembangunan," kata dia.

Industri perasuransian nasional memiliki landasan hukum baru yakni UU Nomor 40 Tahun 2014. Sebelumnya, industri perasuransian mengacu pada UU Nomor 2 Tahun 1992 mengenai Usaha Perasuransian. (Ant)

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home