Loading...
BUDAYA
Penulis: Dewasasri M Wardani 15:36 WIB | Jumat, 03 Agustus 2018

Panggung Busana Santun Indonesia Mengakui Model Difabel

Ilustrasi. Model difabel memamerkan baju karya perancang difabel di Jakarta Modest Fashion Week 2018. (Foto: abc.net.au)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Panggung catwalk, bukan lagi milik model-model berperawakan tinggi langsing dan berkaki jenjang. Di ajang Jakarta Modest Fashion Week 2018, sekelompok perempuan difabel Indonesia memperagakan baju karya perancang yang juga difabel.

Menjadi pengalaman pertama kalinya bagi Linda, perempuan 19 tahun yang sudah lama menggunakan kursi roda, untuk 'berlenggak-lenggok' di atas panggung catwalk.

"Sempet gugup, Mbak. Kami cuma sekali latihan saja. Pada pagi hari sebelum show-nya berlangsung," katanya kepada Nurina Savitri dari ABC Indonesia.

Model lainnya adalah Laura, seorang atlet renang difabel. Ia bergabung bersama 15 model lainnya, yang memperagakan karya spesial di ajang Jakarta Modest Fashion Week (JMFW) 2018 yang berlangsung akhir Juli lalu.

Sebelum diajak naik ke atas catwalk, Laura merasa fashion show adalah sebuah dunia yang tak terjangkau baginya.

"Karena di antara teman saya, hanya mereka yang punya kemampuan finansial cukup tinggi, yang mampu menjadi model maupun memiliki akses dalam dunia fashion," katanya.

Dalam pagelaran bertema 'Dream and Design for Disabilities' di JMFW, Laura bersama model difabel lainnya memamerkan hasil karya perancang difabel dari Indonesia, Turki, dan Jerman.

Tentu saja rancangan-rancangan mereka sudah disesuaikan dengan kebutuhan para difabel perempuan.

Ingin Jauhkan Kesan 'Glamor'

Pengagas JMFW, Franka Soeria mengatakan, sudah menjadi mimpinya sejak awal untuk membuat pagelaran fashion yang bisa dinikmati dan dipakai oleh semua kalangan.

"Karena pasar modest sendiri sudah sempit, kalau kita mau eksklusif, mau sesempit apa lagi?" kata Franka mantan wartawan yang kini menjadi konsultan fashion dan tinggal Turki.

"Makanya di sini ada fashion show anak-anak, fashion show teman-teman penyandang disabilitas, karena memang mereka bagian dari dunia fashion."

Ia juga menambahkan, kata modest atau santun dalam JMFW, ingin menyampaikan pesan kesan tegas, bahwa pagelaran busana yang ditampilkan berbeda dengan industri fashion pada umumnya.

"Fesyen yang kami suguhkan bukan soal glamor, kami bukan fesyen di jalur itu. Ini fasyen yang bisa diakses siapa saja. Karena peminat fesyen tertutup itu nggak terbatas mereka yang memakai hijab," katanya.

Industri Fashion Seharusnya untuk Semua Kalangan

JMFW juga bermitra dengan Asian Para Games, yang menampilkan atlet-atlet disabilitas sebagai model. Pihak penyelenggara juga memberdayakan komunitas difabel.

"Saya dapat info, ada komunitas penjahit bisu tuli di Jakarta Utara, jumlahnya 20 orang. Mereka ini susah dapat pekerjaan karena keterbatasan mereka."

"Akhirnya saya bilang 'kenapa nggak kita pakai saja?'. Ternyata mitra kami (Asian Para Games) ingin memperluas idenya, dengan melibatkan anggota komunitas mereka (atlet-atlet Para Games) untuk menjadi model," kata Franka.

Ide Franka dan kawan-kawan, kemudian langsung ditanggapi sangat baik oleh komunitas difabel di negara lain, seperti Jerman dan komunitas warga keterbelakangan mental di Turki.

Pagelaran JMFW dengan menampilkan model difabel, menjadi bukti bahwa semua kalangan seharusnya bisa diterima dalam industri fashion.

"Pandangan saya soal dunia fesyen berubah sebagian setelah acara kemarin. Ternyata fesyen pada dasarnya bisa diakses oleh siapapun," kata Laura. (abc.net.au)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home