PBB Ingatkan Konsekuensi Jika Militer Myanmar Lakukan Kekerasan pada Demonstran
PBB, SATUHARAPAN.COM-Utusan khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperingatkan tentara Myanmar tentang "konsekuensi yang parah" atas setiap tanggapan keras terhadap pengunjuk rasa yang berdemonstrasi menentang kudeta bulan ini, dalam pembicaraan dengan kepemimpinan militer, kata seorang juru bicara PBB.
Meskipun kendaraan lapis baja dan tentara telah dikerahkan ke beberapa kota besar pada akhir pekan, pengunjuk rasa terus melakukan demonstrasi untuk mengecam pengambilalihan (kudeta) pada 1 Februari dan menuntut pembebasan pemimpin yang ditahan, Aung San Suu Kyi, dan lainnya.
Protes pada hari Senin lebih kecil daripada ratusan ribu orang yang telah bergabung dengan demonstrasi sebelumnya, tetapi meletus di banyak bagian negara Asia Tenggara itu, di mana kudeta telah menghentikan satu dekade transisi yang tidak stabil menuju demokrasi.
Sekelompok kecil massa mulai berkumpul di luar bank sentral pada hari Selasa (16/2) pagi untuk menekan staf di sana agar bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil.
Tentara memutus internet untuk malam kedua berturut-turut pada hari Selasa pagi meskipun kembali pulih sekitar pukul 09:00 pagi. Penangguhan internet telah menimbulkan kekhawatiran di antara penentang kudeta, terutama setelah tentara meninggalkan pembatasan oleh hukum dan mengerahkan kekuatan untuk mencari dan menahan penetang kudeta.
"Ada kecurigaan pemadaman ini untuk melakukan kegiatan yang tidak adil, termasuk penangkapan sewenang-wenang," kata kelompok Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, yang mencatat 426 orang ditangkap sejak kudeta hingga hari Senin.
Utusan Khusus PBB, Christine Schraner Burgener, berbicara pada hari Senin kepada wakil kepala junta dalam saluran komunikasi yang jarang antara tentara Myanmar dan dunia luar.
"Ms Schraner Burgener telah menegaskan bahwa hak berkumpul secara damai harus sepenuhnya dihormati dan bahwa para demonstran tidak dikenakan pembalasan," kata juru bicara PBB, Farhan Haq, di PBB. "Dia telah menyampaikan kepada militer Myanmar bahwa dunia sedang mengawasi dengan cermat, dan segala bentuk tindakan keras kemungkinan besar akan memiliki konsekuensi yang parah."
Akan Sampaikan Situasi Sebenarnya
Dalam catatan pertemuan tersebut, tentara Myanmar mengatakan junta Nomor Dua, Soe Win, telah membahas rencana dan memberikan informasi pemerintah tentang "situasi sebenarnya dari apa yang terjadi di Myanmar".
Kerusuhan telah menghidupkan kembali ingatan akan pecahnya pertentangan berdarah terhadap hampir setengah abad pemerintahan langsung militer yang berakhir pada tahun 2011 ketika militer memulai proses penarikan diri dari politik sipil.
Militer mengatakan pada Senin malam bahwa protes merusak stabilitas dan membuat orang ketakutan. “Orang-orang senang memiliki patroli keamanan dan pasukan keamanan akan melakukannya siang dan malam,” kata tim informasi True News.
Kekerasan selama protes telah dibatasi dibandingkan dengan yang di bawah juntas sebelumnya, tetapi polisi telah melepaskan tembakan beberapa kali, kebanyakan dengan peluru karet, untuk membubarkan pengunjuk rasa, termasuk pada hari Senin.
Kudeta tersebut telah memicu tanggapan marah dari negara-negara Barat dan Amerika Serikat yang telah menetapkan beberapa sanksi terhadap para jenderal yang berkuasa. Tetapi China telah mengambil pendekatan yang lebih lembut, dengan alasan stabilitas harus menjadi prioritas di tetangganya, yang memiliki kontak dekat dengan militer. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
RI Evakuasi 40 WNI dari Lebanon via Darat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia mengevakuasi 40 Warga ...