Loading...
EKONOMI
Penulis: Melki Pangaribuan 18:42 WIB | Kamis, 02 Juni 2016

Pemerintah Dinilai Belum Merata Bangun Transmisi Tenaga Listrik

Presiden Joko Widodo bersama rombongan melakukan peninjauan usai meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Arun di Desa Paloh, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Kamis (2/6). PLTMG Arun berkapasitas 184 Megawatt (MW) yang dibangun PT PLN (Persero) itu merupakanProyek Gas Engine Power Plant Arun dengan dana investasi sebesar Rp35,4 miliar dan 81,2 Juta Euro, menggunakan bahan baku gas yang didatangkan PLN dari BP Tangguh Papua guna memperkuat sistem kelistrikan, menghindari pemadaman untuk memenuhi kebutuhan pelanggan di Aceh. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Iwa Garniwa mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menyediakan pasokan listrik di Indonesia.

Salah satunya adalah belum meratanya pembangunan sarana transportasi energi primer dan pembangunan transmisi tenaga listrik di sejumlah daerah di mana lokasi cadangan sumber daya energi primer masih terkonsentrasi di pulau Jawa-Madura-Bali (Jamali).

Hal itu disampaikan Iwa Garniwa dalam diskusi bertajuk “Penyediaan Listrik bagi Masyarakat: Tanggung Jawab PLN atau Swasta? – Berkaca dari Permasalahan Nias” di Lantai 6, Gedung Ombudsman RI, Jalan HR Rasuna Said Kav. C-19, Jakarta Selatan, pada hari Kamis (2/6).

"Lokasi cadangan sumber daya energi primer sebagian besar terletak jauh dari pusat beban yang terkonsentrasi di pulau Jamali sehingga perlu pembangunan sarana transportasi energi primernya maupun pembangunan transmisi tenaga listrik," katanya.

Kemudian, lanjutnya, kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau besar maupun kecil dengan luas sekitar 1,92 juta kilometer persegi di mana sebagian besar ditangani oleh sistem kelistrikan kecil yang terpisah sehingga tidak efisien.

"Kondisi demografis di mana 39,7 persen penduduk Indonesia tinggal tersebar di luar pulau Jamali dengan kepadatan penduduk yang rendah. Kondisi ini merupakan tantangan bagi sarana dan prasarana penyediaan tenaga listrik yang ekonomis dan efisien," katanya.

"Selain itu rendahnya daya beli atau kemampuan ekonomi masyarakat," dia menambahkan.

Ahli Energi dari UI ini mengatakan, tantangan berikutnya adalah tarif listrik yang belum mencerminkan nilai keekonomiannya, sehingga masih diperlukan subsidi dari pemerintah yang cukup besar yang saat ini sebesar Rp 101,21 triliun.

"Tentunya dengan bertambah besar subsidi listrik yang harus dikeluarkan oleh pemerintah akan mempengaruhi penganggaran dalam APBN. Anggaran yang seharusnya dapat digunakan kepada pembangunan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat tidak mampu, akhirnya tersedot oleh beban subsidi listrik," katanya.

Tantangan selanjutnya, kata dia, pemanfaatan energi baru terbarukan belum optimal oleh karena harganya belum dapat bersaing dengan jenis energi fosil yang harganya disubsidi.

"Pemanfaatan energi masih belum efisien dengan angka intensitas dan elastisitas energi masih tinggi," katanya.

Pada diskusi ini dihadiri Anggota Pimpinan Ombudsman RI Laode Ida, Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PT PLN Haryanto, perwakilan pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan perwakilan dari Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM serta perwakilan dari Bappenas.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home