Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 18:38 WIB | Selasa, 01 November 2016

Peneliti Terorisme: Demo 4 November Ada Kepentingan Politik

Peneliti Terorisme dari International Crisis Group (ICG) Sidney Jones di The Wahid Institute Jalan Taman Amir Hamzah, Matraman, Jakarta Pusat, hari Selasa (1/11). (Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Peneliti Terorisme dari International Crisis Group (ICG) Sidney Jones menilai aksi demonstrasi besar organisasi keagamaan pada hari Jumat 4 November 2016, di Jakarta diduga ada kepentingan politik.

“Suasana Demo 4 November sekarang ini sebagai akibat Pemerintah lamban menanganinya dan suasana ini menjadi panas, selain itu banyak juga unsur yang ingin manfaatkan demo itu untuk kepentingan masing-masing dan tentunya ada juga kepentingan politik,” kata Sidney di The Wahid Institute Jalan Taman Amir Hamzah, Matraman, Jakarta Pusat, hari Selasa (1/11).

Selain itu, kata Sidney untuk para wartawan harus berani untuk menelusuri dari mana biaya unjuk rasa tersebut, sebab itu bukan sesuatu yang murah untuk mendatangkan begitu banyak orang.

“Saya kira yang harus dilacak oleh para wartawan dan itu siapa yang mendanai demo 4 November karena itu bukan sesuatu yang murah untuk mendatangkan begitu banyak orang di luar Jakarta untuk biaya transportasi, akomodasi dan logistik, itu pertanyaan besar siapa di belakang demo itu,” kata dia.

Sidney berpendapat bahwa Presiden Jokowi lamban mengundang para ulama dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), PP Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Istana Merdeka untuk membicarakan isu demo tersebut.

“Menurut saya kalau demo 4 November tinggal tiga hari lagi akan dilaksanakan kenapa kok baru sekarang ini para ulama di undang oleh Presiden untuk memperdamikan suasan seperti sekarang ini yang kemungkinan ada kerusahan pada demo itu,” kata dia.

Sementara itu, Pengamat Terorisme, Nassir Abbas mengatakan terkait beredarnya foto 'Tangkap Ahok' dan 'Peti Mati Ahok' di Suriah itu adalah bukti bahwa demo gerakan Tangkap Ahok pada 4 November itu sudah ditunggangi kelompok radikal.

Ia menegaskan sebenarnya prinsip kelompok radikal dengan tuntutan penangkapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan pengusutan kasus penistaan agama pun tidak relevan bagi ideologi mereka.

“Karena mereka hanya percaya sistem hukum Islam dan cara penegakkan hukum sesuai syariat, tapi mereka meminta Polisi Indonesia menangkap Ahok dan dihukum dengan aturan Undang-Undang di Indonesia dan KUHP,” kata dia.

Kontradiksi ini, kata Nassir  terjadi, kalau Indonesia bukan negara Islam jadi mengapa masyarakat Indonesia harus menuntut pemimpin yang juga agama Islam.

“Yang bilang Indonesia bukan negara Islam bukan saya tapi Menag dan Mantan Ketum Muhammadiyah. Jadi sudahlah Ahok ini sudah meminta maaf, maka maafkan saja. Karena itulah sifat Islam yang sebenarnya, pemaaf,” kata dia.

Selain itu Nasir menyebut saat ini kelompok radikal ini bermain opini dan rumor di masyarakat, dengan memanfaatkan kekecewaan umat Islam terhadap Ahok.

“Maka setiap opini dan rumor yang berkembang bagian upaya mereka menakut-nakuti dan menggentarkan musuh-musuh mereka,” kata dia.                            

 

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home